Angka Harapan Hidup Meningkat, BPJS Kesehatan Kembangkan Long Term Care

BPJS Kesehatan mengembangkan sistem long term care untuk menghadapi peningkatan jumlah lansia dan meningkatkan harapan hidup di Indonesia.
Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Mundiharno dalam kegiatan Pre-Congress International Health Economics Association (IHEA) World Congress on Health Economic, yang rutin diselenggarakan oleh IHEA, Minggu (20/7).
Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Mundiharno dalam kegiatan Pre-Congress International Health Economics Association (IHEA) World Congress on Health Economic, yang rutin diselenggarakan oleh IHEA, Minggu (20/7).

Bisnis.com, NUSA DUA - Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Mundiharno menegaskan bahwa pihaknya perlu melakukan pengembangan sistem layanan perawatan jangka panjang (long term care) yang berkelanjutan. Menurutnya, ini perlu dilakukan untuk membantu memastikan perawatan sekaligus meningkatkan angka harapan hidup di Indonesia.

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat setiap tahunnya. Fenomena pergeseran struktur penduduk ini mulai terjadi di tahun 2021. Saat itu, persentase jumlah lansia sudah berada di angka 10,82 persen dari total penduduk Indonesia. Bahkan pada tahun 2045, jumlahnya diprediksi akan mencapai 65,82 juta orang atau mencapai 20,31 persen dari total penduduk Indonesia.
 
“Kita akan menghadapi di mana penduduk lanjut usia akan lebih banyak dari penduduk yang berusia muda. Di tahun 2045, mayoritas penduduk Indonesia merupakan penduduk lansia. Ini masalah serius yang memang harus kita hadapi,” kata Mundiharno pada kegiatan Pre-Congress International Health Economics Association (IHEA) World Congress on Health Economic, yang rutin diselenggarakan oleh IHEA, Minggu (20/7).
 
Menurutnya, kondisi ini menjadi perhatian serius mengingat lebih dari 42% penduduk lanjut usia mengeluhkan masalah kesehatan setiap bulan. Bukan hanya itu, 20% lainnya mengalami keterbatasan fungsi akibat penyakit. Ditambah 27% dari pasien lanjut usia yang dirawat inap membutuhkan perawatan lebih dari tujuh hari.
 
Pada kegiatan yang diinisiasi International Health Economics Association (IHEA), Mundiharno menjelaskan bahwa hingga 31% dari total biaya pelayanan kesehatan terserap untuk membiayai delapan penyakit berbiaya katastropik, yang memerlukan penanganan jangka panjang dan berbiaya tinggi.
 
"Penyakit jantung menjadi beban pembiayaan tertinggi, diikuti oleh stroke, kanker, gagal ginjal, thalassemia, hemofilia, leukemia, dan sirosis hati. Sejak 2014 hingga 2024, total pembiayaan untuk penyakit-penyakit berbiaya katastropik tersebut telah mencapai lebih dari Rp235 triliun," terang Mundiharno.

Saat ini, data BPJS Kesehatan mencatat jumlah kepesertaan Program JKN telah mencapai lebih dari 280 juta peserta atau lebih dari 98%. Dari jumlah tersebut, 14% terdiri atas peserta lanjut usia. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan kesehatan bagi lansia telah menjadi perhatian penting.
 
Mundiharno menyebut, tantangan ini mendorong pengembangan jaminan sosial. Bagaimana jaminan sosial juga memenuhi kebutuhan yang meningkat bukan hanya pada layanan kesehatan dan perawatan sosial jangka panjang atau long term care (LTC) dengan cara yang berkelanjutan secara finansial, memadai, dan berkualitas tinggi.
 
“Kita harus menyiapkan sistem long term care ini secara matang. Jika dirancang dengan tepat, sistem long term care bukan hanya melindungi lansia, tapi juga menjaga keberlanjutan Program JKN,” jelasnya.
 
Untuk itu, Mundiharno mengatakan bahwa BPJS Kesehatan mengusulkan tiga tahapan strategis dalam pengembangan sistem long term care di Indonesia. Pertama, merumuskan desain model long term care yang sesuai dengan kebutuhan. Kedua, melaksanakan uji coba implementasi secara terbatas. Ketiga, mengintegrasikan model tersebut ke dalam regulasi, baik melalui revisi Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU BPJS, maupun melalui Undang-Undang Kesejahteraan Sosial untuk skema pembiayaan berbasis pajak. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat kesiapan Indonesia dalam menghadapi tantangan populasi lansia yang terus meningkat.
 
“Harapannya melalui diskusi dan kajian bersama negara-negara di dunia terkait jaminan sosial dan penerapan LTC di Indonesia akan semakin optimal dan berkesinambungan dan bisa memberikan perlindungan secara menyeluruh kepada seluruh masyarakat Indonesia,” jelas Mundiharno.
Pada sesi yang lain, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, Lily Kresnowati menyebut dengan perkembangan pola penyakit, diperlukan penguatan layanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Menurutnya, FKTP memegang peranan sentral dalam menjaga kesehatan peserta melalui pelayanan promotif dan preventif, skrining kesehatan, pemeriksaan umum dan pengobatan penyakit non spesialistik.

Dengan sejumlah inovasi yang sudah dilakukan, harapannya langkah tersebut juga mendapat dukungan dari lintas sektoral sehingga bisa bersama-sama mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat.

“Skrining kesehatan melalui Aplikasi Mobile JKN, Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis), inovasi digital, layanan promotif, preventif serta kolaborasi pemangku kepentingan ekosistem kesehatan nasional menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan Program JKN dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,” ujar Lily.
 
Hadir pula dalam panel ini, Dean and Professor, School of Health Sciences at Fujita Health Japan, Yutaka Horie dan National Program Officer Helath Financing, WHO Western Pasific Regional Office, Gao Chen.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto