Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa skema risk sharing dapat mendorong industri penjaminan untuk tumbuh sehat dan menekan nilai kontraksi.
Pasalnya, per April 2025 nilai aset perusahaan penjaminan terkontraksi 0,58% (year on year/YoY) menjadi Rp47,34 triliun. Sedangkan nilai imbal penjaminan juga turun 10,23% menjadi Rp2,57 triliun pada periode yang sama.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan saat ini OJK menjalankan upaya-upaya strategis untuk meningkatkan aset penjaminan. Salah satunya melalui peningkatan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dia juga meningkatkan mitigasi risiko dalam pelaksanaan tata kelola aset penjaminan.
"Penjaminan memegang peran strategis dalam mendorong akses pembiayaan bagi UMKM, terutama yang belum memilik agunan memadai [feasible but unbankable]," katanya seperti dikutip dalam keterangan resmi, Jumat (18/7/2025).
Melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/2025 tentang penyelenggaraan usaha lembaga penjamin, terdapat aturan mengenai skema risk sharing yang dinilai membantu mitigasi risiko terhadap industri penjaminan.
Melalui skema ini, lembaga penjamin menanggung maksimal 75% dari risiko kredit, sementara pemberi kredit menanggung minimal 25%. Skema ini berpeluang meningkatkan aset pada industri penjaminan tumbuh 6%—8% hingga akhir tahun 2025.
Baca Juga
Tujuan dari skema risk sharing untuk menjaga stabilitas lembaga pemberi kredit melalui analisis kelayakan debitur sehingga akan mengoptimalkan arus penyaluran kredit.
Selain itu, pembagian risiko berperan penting untuk keberlanjutan lembaga penjaminan dan sejalan dengan praktikum manajemen risiko yang berlaku secara internasional.