Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Keuangan menyetujui bila bank BUMN—yang saham publiknya mencapai 40%—melakukan pembelian kembali (buyback) saham, maka akan mendapatkan insentif pajak sebesar 5%.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan telah membicarakan hal tersebut dengan Menteri Keuangan Chatib Basri dalam satu kesempatan Kamis (12/9/2013).
Menurut Dahlan, bagi perbankan yang sudah melakukan buyback dengan nilai yang besar, maka itu berarti sudah mengurangi kepemilikan sahamnya di pasaran.
Dengan demikian, saham yang beredar di publik tidak lagi sebesar 40%, tetapi sudah berkurang hingga 35% bahkan sampai 30%.
“Meskipun sahamnya sudah tidak 40% lagi, insentif itu tetap ada. Saham yang dipublik itu dibeli kembali, tapi statusnya mesti tetap status saham publik,” ujarnya di sela acara Garuda Indonesia Travel Fair 2013, Jakarta, Jumat (13/9/2013).
Untuk diketahui, pemberian insentif pajak bagi perusahaan publik diatur dalam Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
Dalam peraturan tersebut, perusahaan publik mendapat potongan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 5% dari tarif tertinggi asal memenuhi tiga syarat.
Pertama, jumlah saham yang dilepas ke publik minimal 40%. Kedua, saham tersebut dimiliki paling sedikit 300 pihak dengan kepemilikan saham masing-masing kurang dari 5%.
Ketiga, ketentuan ini harus dipenuhi emiten paling cepat 6 bulan dalam jangka waktu 1 tahun pajak.
Sebelumnya, Dahlan mengajukan usulan agar BUMN yang melakukan buyback tetap diberi insentif pajak, mengingat peraturan tersebut di atas.
“Ada persoalan misalnya bank-bank kita kan kalau kita melakukan aksi buyback, saham di publik berkurang. Padahal, ada insentif pajak 5% itu kalau kepemilikan publik 40%,” jelas Dahlan.
Dahlan menuturkan jika ada perusahaan pelat merah yang kepemilikan publiknya sudah 40%, melakukan aksi buyback, otomatis kepemilikan publiknya akan berkurang. Dalam hal ini, ia mempertanyakan apakah insentif pajak 5% tersebut tetap berlaku.
“Bank banyak sekali [yang mau buyback], tapi ya itu tadi, masih mempertimbangkan. Di satu pihak buyback itu akan menggairahkan pasar, di lain pihak BUMN yang bersangkutan akan kehilangan insentif pajak. Nah kita mohon agar insentif pajaknya tidak hilang,” ujarnya. (ltc)