Bisnis.com, JAKARTA — Stabilisasi rupiah menjadi fokus utama Bank Indonesia dengan menahan suku bunga acuan BI Rate 6% dalam Rapat Dewan Gubernur terakhir pada 2024.
Rupiah justru tercatat semakin melemah ke level Rp16.312,5 per dolar AS pada penutupan pasar hari ini, terlebih usai pengumuman Federal Reservme (The Fed) yang memangkas Fed Fund Rate dini hari tadi.
Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro melihat sudah sewajarnya Bank Indonesia (BI) menahan BI Rate demi rupiah. Setidaknya, rupiah harus menguat ke bawah Rp15.200-an untuk BI percaya diri memangkas suku bunga yang telah ditahan dalam tiga bulan terakhir.
"Asumsi kami BI pangkas di Desember jika rupiah ke bawah Rp15.200, nyatanya sekarang Rp16.000-an per dolar AS. Jadi BI memang seharusnya enggak mikir untuk menurunkan BI Rate," ujarnya kepada Bisnis,Kamis (19/12/2024).
Berharap rupiah lebih stabil ke depannya, Satria melihat ada potensi penguatan rupiah usai Donald Trump resmi menjabat sebagai presiden AS pada 20 Januari mendatang.
Melihat kepemimpinan Trump pada 2017 lalu, usai menjabat, Trump akan meninjau kebijakan terkini dan mendorong The Fed untuk memangkas suku bunga lebih banyak, demi memantik gairah ekonomi.
Baca Juga
Meski The Fed kini diproyeksikan akan memangkas suku bunga acuannya pada tahun depan sebanyak 2 kali dengan total 50 bps, sangat mungkin perkiraan tersebut terbantahkan dan justru pemangkasan lebih banyak.
"Trump melakukan peranan politik untuk The Fed supaya menurunkan suku bunga. Ekspektasi saya mungkin di kuartal II/2025 dolar itu melemah [dan rupiah menguat]," lanjutnya.
Senada, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual melihat rupiah perlu menguat di bawah Rp15.500 per dolar AS jika berkeinginan untuk memangkas suku bunga acuan.
Menurut hitungan David, rupiah di posisi sekitar Rp15.500—16.000 per dolar AS masih relatif over valued jika dibandingkan dengan mata uang emerging market lain.
Sementara itu, inflasi sebenarnya relatif terjaga rendah sesuai rentang target terutama karena stabilnya harga energi dan limpahan produk-produk murah terutama dari China.
David melihat peluang rupiah menguat masih akan cukup lama meski harga beberapa komoditas mulai membaik, seperti crude palm oil (CPO), kopi, dan coklat.
"Kalau harga komoditas membaik, rupiah akan ada peluang menguat. Sejauh ini di kuartal I/2025 belum ada indikasi kuat," ujarnya.
BI Andalkan 20 Bank Stabilkan Rupiah
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengungkapkan rupiah yang sebelumnya diyakini akan menguat, justru mengalami volatilitas akibat perubahan arah kebijakan global.
Untuk itu, pihaknya berusaha memperdalam pasar uang dan pasar valas dengan mengoptimalkan primary dealer untuk meningkatkan transaksi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.
Destry menjelaskan pihaknya telah bekerja sama dengan 20 bank untuk implementasi operasi pro-market melalui Central Counterparty (CCP) yang semakin meningkat.
Tercatat pada 2020 lalu transaksi valas di kisaran US$5 miliar per hari. Kini, transaksi valas telah mencapai hampir US$10 miliar per hari yang didominasi transaski spot dan swap, termasuk Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
“Kalau market makin dalam, maka tentu gonjang-ganjing makin sedikit,” tuturnya, Rabu (18/12/2024).
Selain itu, bank sentral juga akan mengoptimalkan SRBI, Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter pro-market serta memperkuat struktur suku bunga instrumen moneter untuk menarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik.