Bisnis.com, JAKARTA - Covid-19 membawa ketidakpastian bagi masyarakat dan dunia usaha. Meski kini pemulihan ekonomi mulai terlihat, namun ketidakpastian masih menaungi sehingga dibutuhkan kebijakan yang tepat dalam menghadapinya.
Di Indonesia sendiri konsumsi masyarakat dan daya beli masih menjadi pendorong utama perekonomian. Adanya bonus demografi dan tingginya jumlah angkatan kerja di Indonesia juga disebut sebagai kekuatan ekonomi.
Di beberapa negara lain, demografi juga menjadi salah satu faktor penggerak roda ekonomi. Ditambah lagi dengan semakin banyaknya perempuan mengisi berbagai posisi di angkatan kerja. Hal tersebut menghasilkan kejutan pasokan tenaga kerja positif terbesar yang pernah ada.
Di Indonesia sendiri, bonus demografi sebagai usia kerja berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 71 persen dari total populasi. Berdasarkan data 2020, total penduduk Indonesia sebesar 270,2 juta, 14 persen lebih tinggi dari jumlah penduduknya pada tahun 2010 sebesar 237 juta jiwa.
Data tersebut menunjukkan bahwa populasi Indonesia tumbuh dengan kecepatan 1,25 persen per tahun dalam dekade terakhir, lambat dari kecepatan 1,49 persen satu dekade sebelumnya. Jumlah penduduk antara 15 dan 64 tahun, kelompok usia kerja, adalah 191 juta, atau 70,7 persen dari total penduduknya pada tahun 2020. Sebagai perbandingan, populasi usia kerja hanya menyumbang 53 persen dari total pada tahun 1971 dan sekitar dua pertiga dari total tahun 2010.
Indonesia sendiri memiliki peran penting dalam perekonomian dunia, terutama dengan perannya pada Presidency G20 pada 2022. Masalah demografi di Indonesia pun akan menjadi menarik perhatian, karena perannya yang besar dalam perekonomian.
Meski demikian, demografi seperti dua sisi pisau yang bisa menjadi kekuatan atau ancaman. Lalu bagaimana dengan bonus demografi yang dialami Indonesia, apakah akan menjadi ancaman ataukah kekuatan?
Dalam The Great Demographic Reversal: Ageing Societies, Waning Inequality, and an Inflation Revival karya Charles Goodhart and Manoj Pradhan, dipaparkan dampak dari pembalikan demografi ini terhadap ekonomi.
Dampaknya bukan hanya pada mendorong konsumsi dan perekonomian secara umum, melainkan juga pengembalian inflasi, bunga nominal yang lebih tinggi, mengurangi ketimpangan dan produktivitas yang lebih tinggi. Di sisi lain, bonus demografi juga menyimpan sisi gelap pada masalah fiskal, seperti karena pengeluaran medis, perawatan dan pensiun semuanya meningkat, terutama untuk angkatan usia yang telah menua.
Dua ekonom hebat ini memaparkan untuk menjawab tentang ketimpangan yang meningkat, stagnan upah, dan tekanan disinflasi beberapa tahun terakhir yang bersumber dari kejutan penambahan jumlah tenaga kerja. Pradhan dan Goodhart (2020) mengatakan bahwa ketika kejutan pasokan positif terhadap tenaga kerja terjadi, akibat yang tak terhindarkan adalah melemahnya daya tawar tenaga kerja dan ketidakstabilan dalam perekonomian.
Pandemi Covid-19 menghadirkan tantangan nyata bagi Indonesia untuk mengambil manfaat dari bonus demografi ini. Bonus demografi akan berubah menjadi demografi beban selama dua dekade ke depan jika negara gagal mencapai pendapatan yang berkelanjutan sebelum tingkat populasinya menjadi tua. Indonesia masih membutuhkan ekonomi yang tinggi pertumbuhan untuk mendukung struktur ekonomi yang terus berubah.
Untuk mengupas kekuatan dari demografi dan perekonomian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute mengadakan bedah buku: Road To Presidency G20, "The Economy Under Uncertainty".
Diskusi ini akan digelar secara virtual melalui Zoom pada Kamis, 2 Desember 2021, pukul 13.00 - 15:30 WIB. Hasil dari dialog ini diharapkan bisa memberikan perspektif baru terkait dampak perubahan demografis ekonomi bagi para praktisi di Otoritas Jasa Keuangan Indonesia.
Acara ini akan dibuka oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. Akan hadir pula pembicara kunci, Charles Goodhart, Emeritus Professor of Banking and Finance with the Financial Markets Group dan Manoj Pradhan, Founder of Talking Heads Macro. Bukan cuma itu, buku ini akan dibedah oleh Ari Kuncoro, Rektor Universitas Indonesia dan John W. Goodell, Professor in the College of Business University of Akron. (adv)