Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) akan menentukan rasio pembagian dividen tahun buku 2024 dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada Senin (24/3/2025).
Dalam Bahan Mata Acara RUPS untuk Tahun Buku 2024, manajemen mengusulkan pembagian dividen dengan payout ratio sekurang-kurangnya sebesar 85% termasuk dividen interim yang telah dibayarkan.
Direktur Utama BRI Sunarso memastikan bahwa rasio pembagian dividen tidak kurang dari tahun sebelumnya.
"Untuk dividend payout ratio tidak kurang dari tahun lalu, sekitar 80% hingga 85%," ujar Sunarso dalam paparan kinerja keuangan, Rabu (12/2/2025).
Berdasarkan histori dividen dalam 5 tahun terakhir, BBRI konsisten mengalokasikan dividen dengan rasio tinggi kepada pemegang saham. Pada 2020, BBRI mengalokasikan 65% laba bersih untuk dividen, yang kemudian meningkat menjadi 85% pada 2021 dan 2022, serta sebesar 80% pada 2023.
Sunarso menjelaskan, saat ini rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perseroan masih sangat mencukupi pada level 26%. Angka ini di atas level prudent yang menurutnya sebesar 17,5%.
Baca Juga
"Jika setiap tahun membutuhkan 2% dari CAR untuk ekspansi, maka hingga 5 tahun ke depan BRI tidak perlu tambah modal. Sehingga berapapun labanya layak dibagi," katanya.
Jika mengacu pada pernyataan manajemen BRI yang menetapkan rasio pembayaran dividen minimal 85% dari laba bersih 2024, maka tebaran dividen BBRI berpotensi mencapai Rp51,13 triliun. Angka ini meningkat 6,3% dari dividen tahun buku 2023 yang sebesar Rp48,1 triliun.
Sebelumnya, BRI telah membagikan dividen interim sebesar Rp135 per saham atau sekitar Rp20,33 triliun pada 15 Januari 2025.
Dengan perhitungan tersebut, jika rasio dividen ditetapkan 85%, dividen final yang akan diterima pemegang saham diperkirakan sebesar Rp30,8 triliun, atau sekitar Rp204 per saham. Total dividen per saham (interim dan final) menjadi sekitar Rp339 per saham.
Perlu diingat, pada tahun buku 2024, BRI membukukan laba bersih Rp60,15 triliun serta berhasil mencatatkan pertumbuhan aset 9,07% menjadi Rp1.864,9 triliun dan pertumbuhan kredit 8,79% menjadi Rp1.209,5 triliun.
Dari sisi pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) BRI tumbuh 5,11% year-on-year (YoY) menjadi Rp1.279,3 triliun, dengan rasio kredit terhadap pendanaan (LDR) berada di level 94,5%. Adapun rasio kredit bermasalah (NPL) gross BRI mencapai 3,11%.
SENTIMEN POSITIF
Analis pasar modal menilai potensi dividen tinggi dari BBRI menjadi sentimen positif yang dapat mendorong kinerja saham.
Berdasarkan data Bloomberg, konsensus analis menunjukkan bahwa 30 sekuritas merekomendasikan beli untuk BBRI, enam sekuritas merekomendasikan hold, dan satu sekuritas merekomendasikan jual.
Target harga saham BBRI berada di level Rp4.863,7 per lembar dalam 12 bulan ke depan, mencerminkan potensi kenaikan sekitar 35,5% dari harga penutupan Rp3.590 per 20 Maret 2025.
Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan memproyeksikan nilai besaran dividen akan sama atau sedikit lebih tinggi. Hal ini didasarkan kepentingan penerimaan negara dimana kontribusi dividen Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) sebagai sumber penerimaan negara.
Adapun, bank yang termasuk anggota Himbara adalah BRI, Mandiri, BNI, dan BTN.
"Dan secara likuiditas kondisi keuangan Himbara sangat mumpuni untuk besaran dividen tersebut," tuturnya.
Dia menambahkan Himbara salah satu grup yang dikenal memiliki dividen yield yang besar, selain sektor Mining.
"Apalagi dengan kondisi koreksi saham yang besar dalam beberapa waktu ini akan semakin memperbesar dividen yield-nya. Hal ini juga yang akan membuat pengumuman dividen akan semakin kuat menjadi katalis bagi harga sahamnya," jelasnya.
Alfred menambahkan harga saham yang sudah turun signifikan, dengan asumsi dividen payout ratio sama maka dividen yield-nya semakin tinggi maka saham Himbara, termasuk di dalamnya BBRI, akan menarik.
"Sepertinya dengan dividen yield yang tinggi, para trader juga akan memanfaatkan momentum pembagian dividen," tutupnya.