Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dinilai akan memengaruhi kinerja profitabilitas perbankan. Namun, PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) tetap meyakini kinerja profitabilitas tetap solid setidaknya hingga akhir tahun ini.
"Sampai November 2022, kinerja solid dan kami cukup yakin tahun ini akan mencapai target," kata Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan kepada Bisnis pada Senin (26/12/2022).
CIMB Niaga sendiri memproyeksikan laba hingga akhir tahun dapat mencapai lebih dari Rp6 triliun. Sementara itu, perseroan telah mencatatkan laba bersih tahun berjalan konsolidasian sebesar Rp3,89 triliun pada kuartal III/2022, tumbuh 23,56 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Selain laba, kata dia, kredit dan pendanaan perseroan terus mencetak kinerja solid. Dia menuturkan Loan dan current account and saving account (CASA) tetap tumbuh positif.
Berdasarkan laporan keuangan, penyaluran kredit CIMB Niaga tumbuh 9,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Oktober 2022 menjadi Rp188,6 triliun. Sementara itu, perolehan CASA CIMB Niaga naik dari Rp142,6 triliun pada Oktober 2021 menjadi Rp148,1 triliun per Oktober 2022.
Dia mengatakan perseroan tetap meyakini kinerja solid setidaknya hingga akhir tahun ini sebab bank sudah bersiap dengan sejumlah strategi.
Baca Juga
"Suku bunga acuan BI yang tinggi kami ikuti pergerakannya. Kami juga fokus di customer experience, proses yang kami perbaiki terus," imbuhnya.
Menurutnya, kenaikan suku bunga acuan BI secara terus menerus mau tidak mau harus disikapi dengan penyesuaian baik di suku bunga pinjaman maupun simpanan.
Selain itu, lanjutnya, di tengah tren suku bunga acuan yang tinggi, emiten berkode BNGA itu terus menjaga CASA yang menjadi tulang punggung dalam mempertahankan cost of fund. Perseroan pun gencar menjalankan digital channel, cash management, dan operating account.
Pertumbuhan pinjaman BNGA juga difokuskan ke ritel seperti kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Perseroan juga menggenjot fee based income lewat wealth management.
Sebelumnya, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan bahwa di tengah tren tingginya suku bunga acuan BI, indikator profitabilitas perbankan akan terdampak. Marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) akan tergerus.
"Saat suku bunga acuan BI naik, bank memberikan bunga spesial besar kepada nasabah deposan. Itu kalau terlalu tinggi akan pengaruhi NIM," ujarnya.
Selain itu, cost of fund perbankan juga terdampak. Bagi bank, kata dia, upaya yang bisa dilakukan salah satunya meningkatkan CASA yang dihimpun agar tidak keluar cost of fund yang besar.