Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laba Bersih SMBC Indonesia (BTPN) Tumbuh 10% Pada 2024

Perusahaan menyebut rasio gross NPL secara konsolidasi berada di level 2,5% per Desember 2024, naik dari 1,36% pada tahun sebelumnya.
President Director of SMBC Indonesia Henoch Munandar dan CEO & President Director of Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC global) Akihiro Fukutome di acara Konferensi Pers Transformasi Merek SMBC Indonesia, Selasa (3/12/2024)/Bisnis-Arlina Laras
President Director of SMBC Indonesia Henoch Munandar dan CEO & President Director of Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC global) Akihiro Fukutome di acara Konferensi Pers Transformasi Merek SMBC Indonesia, Selasa (3/12/2024)/Bisnis-Arlina Laras

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank SMBC Indonesia Tbk. (BTPN) mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 10% pada akhir 2024.

Dalam keterangan resmi perusahaan pada Senin (3/3/2025), total laba bersih perseroan setelah pajak 2024 meningkat sebesar 10% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp2,8 triliun. 

"Kami akan terus berupaya memberikan solusi keuangan yang relevan untuk memenuhi kebutuhan nasabah," ujar Direktur Utama SMBC Indonesia Henoch Munandar.

Dia menyebut, jika menghitung di luar dampak akuisisi PT Oto Multiartha (OTO) dan PT Summit Oto Finance (SOF) pada Maret 2024 laba bersih entitas Bank dan BTPN Syariah setelah pajak meningkat sekitar 8%. Adapun, secara konsolidasi, total aset SMBC Indonesia naik 20% menjadi Rp241,1 triliun pada akhir 2024.

Peningkatan laba bersih konsolidasi didorong oleh pendapatan operasional yang meningkat 27% mencapai Rp17,4 triliun. Perusahaan menyebut laba dikontribusikan oleh pendapatan bunga bersih yang tumbuh 26% menjadi Rp15,2 triliun serta pendapatan lainnya yang naik 31% menjadi Rp2,2 triliun.

Pendapatan bunga bersih secara konsolidasi meningkat sejalan dengan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang naik ke level 7,10% per Desember 2024 dari 6,45% pada Desember 2023.

Kontributor utama dari peningkatan pendapatan bunga bersih meliputi kenaikan pendapatan bunga dari kredit, penempatan aset likuid seperti surat berharga, dan pendapatan bunga bersih dari Grup OTO.

Dari sisi pendapatan fee, peningkatan volume transaksi kartu kredit, peningkatan penjualan produk bancassurance, cash management, dan trade memberikan kontribusi pada peningkatan pendapatan fee Perseroan.

Sementara itu, penyaluran kredit secara konsolidasi SMBC Indonesia meningkat 15% menjadi Rp179,4 triliun per akhir 2024. Faktor pendorong terbesar berasal dari kredit retail yang tumbuh signifikan sebesar 31%. 

Dia memaparkan, kenaikan tersebut seiring dengan meningkatnya penyaluran di segmen Joint Finance, Jenius, dan Mikro yang masing-masing naik 389%, 51%, dan 40%. Hal tersebut mengompensasi penurunan pembiayaan di BTPN Syariah yang memfokuskan pada kualitas pembiayaan pada 2024.

Selain itu, kredit untuk usaha kecil dan menengah (UKM) naik 8%. Sementara itu, dinamika suku bunga dan persaingan suku bunga kredit korporasi yang ketat menjadi tantangan yang dihadapi pada 2024, yang berdampak pada turunnya kredit korporasi sebesar 6%. 

"SMBC Indonesia akan merespons dinamika pasar tersebut dengan pengelolaan portofolio kredit korporasi yang lebih optimal dan relevan dengan kebutuhan nasabah korporasi," ujar Henoch.

Sementara itu, total dana pihak ketiga SMBC Indonesia meningkat sebesar 12% menjadi Rp121,3 triliun, dengan saldo rekening koran dan rekening tabungan (current account & saving account/CASA) tumbuh 3% menjadi Rp45,6 triliun dan total deposito naik 18% menjadi Rp75,7 triliun per akhir Desember 2024.

Selanjutnya platform life finance SMBC Indonesia, Jenius, juga mencatat kenaikan dana pihak ketiga sebesar 16% menjadi Rp29,5 triliun dan kenaikan penyaluran kredit sebesar 51% menjadi Rp3,3 triliun per akhir Desember 2024.

Menurutnya, kenaikan ini adalah bukti kinerja solid Jenius dalam mendorong inklusi keuangan dan memperluas akses layanan perbankan digital ke berbagai segmen. Produk kredit di Jenius termasuk Flexi Cash, Digital Micro, Kartu Kredit Jenius, dan Jenius Paylater.

Dengan pengonsolidasian biaya operasional Grup OTO sejak akuisisi ke dalam angka konsolidasi, biaya operasional menjadi Rp9,4 triliun. Biaya kredit menjadi Rp3,9 triliun pada 2024. Peningkatan biaya-biaya ini sejalan dengan pertumbuhan volume usaha dan inisiatif lainnya dari SMBC Indonesia.

Sementara itu, Rasio cakupan likuiditas (liquidity coverage ratio/LCR) dan rasio pendanaan stabil bersih (net stable funding ratio/NSFR) tetap sehat di level 253,71% dan 125,02% per Desember 2024. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) berada di 30,02%.

Perusahaan menyebut rasio gross NPL secara konsolidasi berada di level 2,5% per Desember 2024, naik dari 1,36% pada tahun sebelumnya. 

"Bersama Grup OTO, SMBC Indonesia akan senantiasa menerapkan manajemen risiko yang sehat," pungkas Henoch.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper