Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menyampaikan bahwa perusahaan tetap menjaga likuiditas secara prudent dan fleksibel, sejalan dengan dinamika pasar serta kondisi likuiditas industri. Lalu apakah Bank Mandiri akan menerbitkan obligasi lagi?
Corporate Secretary Bank Mandiri M. Ashidiq Iswara mengatakan untuk menjaga likuiditas dan memperkuat struktur pendanaan, Bank Mandiri pada Maret 2025 lalu telah menerbitkan Global Bond senilai US$800 juta dan Obligasi Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan Tahap II senilai Rp5 triliun.
"Ke depan, Bank Mandiri akan terus menjaga likuiditas secara prudent dan fleksibel sesuai dengan dinamika pasar dan kondisi likuiditas industri," kata Ashidiq kepada Bisnis Indonesia, Senin (26/5/2025). Namun dirinya tidak menyampaikan apakah Bank Mandiri berencana mencari pendanaan lewat obligasi maupun yang lainnya.
Ashidiq turut menyampaikan bahwa saat ini likuiditas Bank Mandiri tetap berada di level solid yang tercermin dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) secara konsolidasi sebesar 11,2% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Dia membeberkan bahwa pertumbuhan DPK didorong oleh peningkatan dana murah mencapai 8,89% YoY dengan komposisi dana murah secara bank only mencapai 77,1%.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi sebelumnya pernah mengatakan kondisi likuiditas perbankan mengalami pengetatan. Perseroan juga mengantisipasi penurunan daya beli masyarakat kelas bawah sekaligus terus menjaga pertumbuhan dengan mendukung pelaku UMKM mengembangkan usahanya.
Baca Juga
Di sisi lain, Darmawan juga menyoroti Purchase Managers' Index (PMI) Manufaktur PMI, di mana saat ini berada di kisaran yang berisiko terhadap pendukung pertumbuhan karena selama empat bulan berturut-turut terus negatif.
"Jadi, kami mengkhawatirkan risiko penurunan daya beli yang tumbuh besar, mungkin ini disebabkan terjadi lay off di berbagai usaha," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR, Rabu (13/11/2024).
Selain itu, kata Darmawan, kondisi likuiditas tercatat tetap ketat di tengah penurunan suku bunga untuk mendorong biaya dana tetap tinggi lantaran level Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) terus menawarkan yield tinggi.
Dengan demikian, pasar kini memiliki pilihan bukan hanya menempatkan dana di produk perbankan yang konvensional, tetapi lebih kepada yield yang dijanjikan lebih tinggi.