Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan memperkirakankenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) masih terjadi hingga akhir tahun 2015.
Hal itu disebabkan masih lemahnya pertumbuhan kredit untuk beberapa bank.
Analis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Seno Agung Kuncoro mengatakan kecemasan terhadap kinerja perbankan bukan hanya dari melambatnya pertumbuhan perekonomian tetapi juga dari kenaikan jumlah kredit bermasalah.
Perlambatan perekonomian dan trend naik dari kredit bermasalah tentu akan menghambat bank dalam melakukan ekspansi penyaluran kredit yang tinggi.
"Padahal tanpa ekspansi kredit yang tinggi dikhawatirkan akan mengakibatkan idlenya sumber daya perbankan yang pada akhirnya tentu menimbulkan potensi ancaman pengurangan jumlah karyawan sebagai upaya pengurangan beban," ujarnya dalam Laporan Perekonomian LPS yang dikutip Bisnis.com, Sabtu (31/10/2015).
NPL baik nominal maupun secara rasio menunjukkan tren peningkatan selama dua tahun terakhir.
Pertumbuhan NPL nominal naik signifikan dari 12,2% (y-o-y) pada April 2014 menjadi 35,1% (y-o-y) pada Agustus 2015.
Meskipun masih di bawah regulatory comfort zone sebesar 5%, NPL gross perbankan juga terus mengalami peningkatan, yakni naik dari 2,05% pada April 2014 menjadi sebesar 2,76% pada Agustus 2015 atau meningkat sebanyak 71 basis poin.
Seno menambahkan pertumbuhan kolektibilitas kredit, kolektibilitas dalam perhatian cenderung stabil.
Sementara itu kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet relatif meningkat lebih tinggi dari pertumbuhan kredit yang dimulai dari pertengahan tahun 2013.
"Hal tersebut berbeda dengan tahun 2005-2006 dan 2008-2009 dimana kenaikan setiap kolektibilitas relatif berbentuk spike, sementara peningkatan yang terjadi dari 2013-2015 cenderung meningkat secara gradual," katanya.
Walaupun pertumbuhan kredit di Indonesia dibanding negara lain termasuk sangat tinggi di atas 20%, lanjut Seno, tetapi excess risk dari pertumbuhan kredit tersebut kelihatannya kurang bisa ditangani dengan baik.
Pertumbuhan tahunan (y-o-y) kategori kolektibilitas diragukan walaupun terlihat lebih rendah sebesar 15,25% tetapi bila melihat pertumbuhan bulanan (m-t-m) termasuk yang relatif tertinggi sebesar 16,76% dibandingkan pertumbuhan kolektibilitas lainnya.
"Kami perkirakan program kebijakan restrukturisasi yang telah dikeluarkan regulator akan sepenuhnya diadaptasi oleh industri pada akhir tahun 2015," ucapnya.
Seno menuturkan kategori kolektibilitas kurang lancar pada Agustus 2015 tumbuh sebesar 38,94% (y-o-y) dan tercatat sebesar Rp21,2 triliun, kemudian disusul dengan kategori dalam perhatian yang tumbuh sebesar 38,78% (y-o-y).
Turunnya cakupan cadangan atau credit impairment ratio sebesar 97,82% pada Agustus 2015 disebabkan adanya trade off antara pembentukan cadangan dengan tingkat profitabilitas yang diinginkan.
"Hal itu membuat perbankan cenderung untuk lebih mempertahankan tingkat profitabilitas agar tidak menggerus permodalan," tutur Seno.