Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan Tanah Air diproyeksikan berada di kisaran 10% secara tahunan.
Pada awal tahun, Bank Indonesia menargetkan pertumbuhan berada di kisaran 11% hingga 12% dan Otoritas Jasa Perbankan sebesar 13% hingga 14%.
Namun, keduanya merevisi pertumbuhan tersebut, yakni BI merevisi menjadi 7% hingga 9%, sedangkan OJK sebesar 11% hingga 12%. Sedangkan pada 2015, pertumbuhan kredit sebesar 10,44% year on year.
David Sumual, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk., mengatakan penyaluran kredit bank untuk bisa kembali pada kondisi saat terjadibooming komoditas memang sulit terjadi. Menurutnya, harus ada katalis atau faktor pendorong peningkatan permintaan kredit.
“Saya kira kredit akan tumbuh sesuai arahan BI. 8% hingga 10% masih mungkin, kalau 12% berat ya,” ujarnya kepada Bisnis.com, di Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Menurutnya, pelonggaran kebijakan yang dilakukan Bank Sentral, yakni relaksasi kebijakan loan to value dan program pengampunan pajak pemerintah dapat mendorong permintaan kredit. Namun, dampaknya tidak bisa serta merta dirasakan industri perbankan pada tahun ini.
“Pemotongan anggaran pemerintah juga bisa jadi faktor pengaruh pertumbuhan kredit. Saya khawatir bukan hanya belanja rutin yang dipotong, namun juga belanja modal,” jelasnya.
Senada, Plt. Direktur Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Moch. Doddy Ariefianto mengatakan pihaknya memproyeksi pertumbuhan kredit akhir tahun bakal berada di kisaran yang ditargetkan BI.
“Kami proyeksi pertumbuhan kredit 10% di akhir 2016 dan 12% pada 2017,” katanya.
Direktur Keuangan PT Bank Maybank Indonesia Tbk. Thilagavathy Nadason menuturkan perseroan memperkirakan penyaluran pembiayaan tumbuh di kisaran 9% hingga 11%. Namun, Thila menuturkan perlu ekstra keras untuk bisa mencapai pertumbuhan double digit.
“Semester I kami kan growth 8,3% y-o-y, momentum di semester II masih lambat. Pengennya kami di akhir tahun itu growth 9%--11%, tapi susah ke dua digit, lebih ke satu digit,” katanya.
Menurutnya, salah satu penyebab melambatnya permintaan kredit adalah banyaknya proyek-proyek pembangunan yang belum jalan. Pasalnya, dampak berjalannya proyek ini akan merembet ke sektor-sektor lain seperti industri semen.