Bisnis.com, JAKARTA - Bantuan subsidi upah (BSU) 2025 sebesar Rp300.000 per bulan untuk periode Juni dan Juli dinilai tidak cukup oleh Presiden Partai Buruh Said Iqbal.
Seperti diberitakan sebelumnya, bantuan subsidi upah (BSU) disalurkan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Peserta yang layak dibantu akan ditampilkan dalam laman BSU.BPJSKetenagakerjaan. Mereka yang disasar untuk menerima bantuan BSU adalah pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta/bulan.
"BSU untuk pekerja, guru, honorer dan segmen lain yang telah ditetapkan pemerintah, kita sebagai pemimpin buruh dan buruh mengapresiasi," katanya dikutip dari Antara, Jumat (13/6/2025).
Dia mengatakan BSU senilai total Rp600.000 telah menyerap anggaran pemerintah hampir Rp10 triliun.
Meski demikian, Said menyusuri menyebut kebijakan ini hanya bersifat jangka pendek karena waktu penerimaan singkat, sasaran penerima serta efektivitas fungsi pengawasan juga menjadi sorotan.
"Setelah dua bulan bagaimana? Pasti daya beli akan turun lagi," katanya.
Baca Juga
Said mengatakan BSU dapat berdampak positif untuk jangka panjang apabila pemerintah melanjutkan dengan kebijakan menaikkan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang saat ini sebesar Rp4,5 juta per bulan menjadi Rp7,5 juta atau bahkan Rp10 juta sebulan.
"Dengan begitu, buruh saving uang dan uang yang ada pasti untuk belanja. Dengan belanja maka purchasing power naik, lalu konsumsi naik, pertumbuhan ekonomi naik bahkan bisa sampai di atas 5% dengan meningkatkan PTKP tersebut. Maka kemudian penyerapan tenaga kerja akan lebih banyak, PHK bisa dihindari," katanya.
Persoalan berikutnya adalah sasaran penerima yang diwajibkan sesuai ketetapan pemerintah, salah satunya sebagai peserta BPJS. Faktanya, banyak buruh yang tidak menjadi peserta BPJS akibat perusahaan enggan mendaftarkan kepesertaan.
"Bagaimana mereka yang jumlahnya jutaan orang bahkan puluhan juta, mereka tidak menerima BSU karena tidak dimasukkan kepesertaan BPJS oleh perusahaan, bukan salah pekerja. Maka daya beli juga tidak mencapai seperti apa yang diharapkan pemerintah. Harusnya seluruh buruh, jangan hanya yang menjadi peserta BPJS saja," ucapnya.
Persoalan lain menyangkut pengawasan dengan mengubah skema transfer bukan melalui Kementerian Ketenagakerjaan maupun BPJS, melainkan langsung dari rekening Kementerian Keuangan untuk memudahkan fungsi pengawasan.
"Uang-nya besar loh hampir Rp10 triliun, jadi sebaiknya untuk memudahkan pengawasan, langsung ditransfer dari rekening Kementerian Keuangan. Orang yang mendapatkan BSU minta data ke BPJS Ketenagakerjaan dan Kementerian Pendidikan, maka pengawasan akan lebih mudah. Tidak ada tunai, tapi langsung ditransfer ke rekening penerima BSU," ucap dia.
Pemerintah mengatur kebijakan BSU melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 5 tahun 2025 tentang perubahan atas Permenaker nomor 10 tahun 2022 tentang pedoman pemberian bantuan pemerintah berupa subsidi gaji/upah bagi pekerja/buruh.
Dalam Permenaker tersebut, pekerja atau buruh yang mendapatkan BSU harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti WNI dengan kepemilikan NIK, peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan April 2025 dan menerima gaji atau upah paling banyak sebesar Rp3,5 juta per bulan.
Bantuan ini diberikan berdasarkan jumlah pekerja maupun buruh yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dan ketersediaan pagu anggaran dalam daftar isian pelaksanaan anggaran Kementerian Ketenagakerjaan.
Menaker Yassierli mengatakan BSU ini diharapkan dapat menjaga daya beli pekerja/buruh guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
"BSU ini insentif yang dikeluarkan pemerintah untuk meningkatkan daya beli di bawah koordinasi Menko Bidang Perekonomian, kepada mereka yang menerima upah dengan upah di bawah Rp3,5 juta atau di bawah UMP (upah minimum provinsi)," ujar Menaker