BISNIS.COM, JAKARTA—Menabung bukan sekadar menunda konsumsi untuk kebutuhan yang akan datang, karena menabung memiliki esensi dalam 3 dimensi: waktu, tujuan, disiplin.
Kita mewarisi banyak pribahasa yang secara diam diam mengajar kita untuk menabung. Ada ungkapan “hemat pangkal kaya”. Ada ajaran agar “jangan lebih besar pasak daripada tiang”. Ada lagi “berakit rakit ke hulu berenang renang ke tepian”. Ada lagi “sedia payung sebelum hujan”.
Ujar ujar serupa hadir di masyarakat lain. Lihat yang berikut: Spend less than you make, live within your means. Atau Never spend your money before you have it. Atau Money in the bank is like toothpaste in the tub, easy to take out, hard to put back Lalu A penny saved is a penny earned. All days are not same, save for a rainy day. When you don't work, savings will work for you.
Sederhananya, menabung adalah menunda konsumsi saat ini untuk kebutuhan yang akan datang. Menjaga pengeluaran tidak lebih besar dari penghasilan. Ilmu ekonomi mengajarkan tiap individu untuk menyeimbangkan kegiatan menabung dan mengkonsumsi sehingga bisa mempertahankan kualitas kehidupan ekonomis, baik pada saat bekerja maupun setelah pensiun.
Namun menabung memiliki banyak dimensi. Contoh pertama adalah dimensi waktu. Menunda konsumsi saat ini untuk membeli baju baru, bulan depan, sering kita anggap menabung juga.
Demikian juga dengan berhemat agar bisa berwisata ke luar negeri saat liburan sekolah. Menabung untuk biaya perkawinan, membeli rumah dan sebagainya.
Ada lagi dimensi tujuan, seperti menabung untuk kebutuhan darurat, menabung untuk biaya hidup saat pensiun, menabung untuk diwariskan kepada anak cucu, menabung untuk akumulasi modal usaha, dan seterusnya.
Menabung yang sehat membutuhkan financial literacy. Boleh jadi anda seorang yang berdisiplin tinggi. Menyisihkan sebagian penghasilan untuk ditaruh di bank, membeli reksadana, mengambil polis asuransi yang dibungkus bersama unit link, ikut program dana pensiun manfaat pasti, membeli tanah dan bangunan, menyimpan emas, dan banyak lagi. Tapi apakah anda bisa menjawab dengan meyakinkan pertanyaan pertanyaan berikut ini: Untuk apa anda menabung? Berapa lama anda harus menabung untuk mencapai tujuan keuangan anda? Berapa besar dana yang harus anda sisihkan setiap bulan? Atau sedikit lebih canggih: Tahukah anda tentang nilai uang yang berubah karena factor waktu (time value of money)? Bisakah anda menghitung bunga majemuk (compounding interest)? Pertanyaan pertanyaan di atas, sedikit banyak, membutuhkan pemahaman tentang keuangan. Membutuhkan financial planning!
Bagi yang awam keuangan tak perlu berkecil hati. Di Negara maju sekalipun, mayoritas masyarakatnya belum tentu mampu menjawab pertanyaan sederhana semacam itu. Zuckerman CFP, CIMA (2013), misalnya, mengutip studi Anna Maria Lusardi and Olivia Mitchell yang menyimpulkan “the vast majority of Americans over the age of 50 have failed to plan for retirement. In a survey that randomly sampled Americans over the age of 50, only 31% indicated that either they or their spouse had ever tried to develop a plan for retirement. Of those that tried to develop a plan, only 58% were able to prepare a retirement plan”.
Basic economics states that you may do one of four things with money: save it, spend it, invest it, and give it away (Amy Jo Lauber CFP, 2011). Pembangunan ekonomi telah menyulut hasrat konsumerisme masyarakat. Masyarakat kita menjadi terlalu “pintar” dalam berbelanja. Membeli sesuatu yang tidak jelas manfaatnya. Membeli sesuatu secara emosional, seperti seorang ibu yang tiap pagi berdiri lama di depan barisan lemari pakaiannya, sembari meyakinkan diri sendiri bahwa ia membutuhkan baju baru. Atau bahkan memaksakan diri untuk membeli sesuatu dengan menggadaikan potensi penghasilan yang akan datang, yang belum tentu diterima. Dan lebih buruk lagi, sesuatu yang dibeli itu sepenuhnya untuk tujuan konsumtif.
Tak kalah penting menabung membutuhkan disiplin. Eric Toya, CFP (2011) menganalogikan kegiatan menabung dengan diet. Tiap tahun baru, ibu ibu sering bikin resolusi: menguruskan badan dan menggemukkan pundi!. Keduanya punya persamaan: easier said than done!
Dengan menggunakan analogi itu, berikut beberapa tips ringan:
- Kalau nafsu makan kita berstandar 10, maka berhentilah pada kisaran 7 atau 8. Seperti diajarkan oleh Nabi Muhammad “makanlah saat lapar dan berhentilah sebelum kenyang”. Kalau selama ini nafsu belanja anda 10, berlatihlah untuk berhenti pada angka 7 atau 8. Susun prioritas dan belanja maksimal 80 % dari yang selama ini anda habiskan.
- · Rasa lapar bukan suatu yang darurat. A fear of hunger may lead to a tendency to overeat. Desakan hasrat belanja tidak harus segera dipuaskan, cobalah menunda. Siapa tahu nafsu belanja bisa seperti bursa saham, suspensi perdagangan beberapa saat terkadang bisa mengurangi panic selling.
- · Makanlah lebih banyak buah, sayur dan serat. Rasa lapar bisa diatasi dengan banyak pilihan menu. Cobalah mulai dengan menu yang sehat. Ekonom mengajarkan bahwa benda benda sebagai alat pemuas kebutuhan memiliki berbagai alternative penggunaan, tapi juga memiliki berbagai subtitusi. Kita bisa belajar memilih alternative yang paling ekonomis untuk memenuhi kebutuhan kita.
- · Diet yang sehat lebih optimal bila dilakukan dengan rencana menu yang tepat dan disiplin untuk tidak tergoda mengonsumsi menu yang lain. Menabung membutuhkan bujet yang rinci dan terrencana serta disiplin dalam tracking the budget!
- Empiris membuktikan bahwa orang yang langsing bergerak lebih banyak, dan orang yang gemuk duduk lebih banyak. Penabung yang baik adalah mereka yang berorientasi pada produksi dan nilai tambah. Orang yang boros adalah mereka yang lebih banyak duduk dan menimbang nimbang kenikmatan pergi ke mal untuk belanja…
Penulis adalah Anggota Tim Ekselensi Learning Center dan Staf Pengajar pada KWIK KIAN GIE School of Business