Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkrit untuk meredam gejolak Rupiah dengan memanggil spekulan yang bermain dibalik krisis terpuruknya rupiah atas dolar AS.
“Pemerintah harus mengambil langkah-langkah konkrit. Siapa yang bermain dibalik terpuruknya rupiah. Ini kan ada pemainnya. Dipanggil saja,” ujar Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi XI DPR dalam siaran pers, Jumat (23/8/2013).
Harry khawatir 4 Paket Kebijakan yang diumumkan siang tadi, Jumat (23 Agustus 2013) belum cukup mampu meredam gejolak ke depan. “Sebab itu dalam dalam satu atau dua pekan ke depan aksi para spekulan ini belum akan mereda,” papar Harry.
Anggota Fraksi Golkar ini juga mengatakan, negara harus tegas terhadap ulah spekulan, sebab mereka jeli melihat sinyal-sinyal suatu mata uang di pasar uang. Bukan tidak mustahil, para spekulan rupiah akan tetap mencari peluang-peluang yang bisa mereka gunakan untuk meraih keuntungan pribadi meskipun hal itu berdampak anjloknya rupiah.
Dikatakan Harry, tidak benar bila gejolak ini semata-mata disebabkan oleh faktor ekstenal membaiknya perekonomian di Amerika Serikat. Lebih dari itu, momentum ini digunakan oleh para spekulan rupiah.
”Negara harus tegas, mereka (spekulan) ini bila dibatasi aktifitasnya hanya dengan pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing, mereka bisa mencari peluang baru yaitu pasar illegal atau pasar gelap rupiah (rupiah black market). Mereka ini licin dan mudah mencari terobosan-terobosan baru,” papar Harry.
“Bila perlu pemerintah mencabut izin perusahaan mereka. Sebab mereka ini yang modal besar dan punya perusahaan besar,” ujar Harry.
Wakil Sekjen Partai Golkar Hariyadi B. Sukamdani mengamini pandangan keloganya. Menurut Hariyadi konsep pemerintah bagus namun sektor riil saat ini masih menunggu dan menanti (wait and see) teknis dari seluruh keputusan tersebut.
“Misalnya dikatakan perihal pemotongan pajak ke perusahaan padat karya, teknisnya seperti apa. Demikian juga yang dikatakan sebagai stimulus. Seperti apa. Teknisnya masih kami tunggu,” ujarnya.
Sebenarnya sejak 2010 dia sudah berulang kali memperingatkan pemerintah untuk melakukan kebijakan yang tidak sekadar berorientasi populis. “Jika hasilnya sekarang seperti ini, artinya ya memang terlambat,” ujarnya.