Bisnis.com, JAKARTA--Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja sepertinya menjadi orang paling dicari banyak pihak termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal itu terkait penetapan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi permohonan keberatan pajak BCA.
Setelah menggelar konferensi pers hari ini, Selasa (22/4/2014), Jahja juga tak lupa memberikan laporan kepada otoritas pengawas perbankan yang kini dipegang oleh OJK.
Dalam keterbukaan informasi di PT Bursa Efek Indonesia, Jahja memberikan klarifikasi yang ditujukan kepada Kepala Departemen Pengawasan Bank 3 OJK Agus Siregar.
Dalam surat tertanggal 22 April 2014 itu disebutkan berkaitan pemberitaan di media massa menyangkut perpajakan BCA tahun fiskal 1999, BCA mengklaim sebagai wajib pajak telah memenuhi kewajiban dan menjalankan haknya melalui prosedur dan tata cara perpajakan yang benar sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.
"Dalam hal terkait pemberitaan tersebut, dapat kami sampaikan bahwa BCA tidak melanggar Undang-Undang maupun peraturan perpajakan yang berlaku," tulisnya.
Berikut kronologis perpajakan BCA tahun fiskal 1999 :
1. Pada tahun 1998, BCA mengalami kerugian fiskal sebesar Rp29,2 triliun yang merupakan akibat dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
Berdasarkan UU yang berlaku, maka kerugian dimaksud dapat dikompensasikan dengan penghasilan (tax loss carry forward) mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun. Selanjutnya, sejak 1999, BCA sudah mulai membukukan laba dimana laba fiskal 1999 tercatat sebesar Rp174 miliar.
2. Berdasarkan pemeriksaan pajak yang dilakukan pada 2002, Ditjen Pajak telah melakukan koreksi laba fiskal periode 1999 tersebut menjadi sebesar Rp6,78 triliun.
Do dalam nilai tersebut, terdapat koreksi yang terkait dengan transaksi pengalihan aset termasuk jaminan sebesar Rp5,77 triliun yang dilakukan melalui proses jual beli dengan BPPN dengan harga pengalihan Rp10 juta sebagaimana tertuang dalam perjanjian jual beli dan penyerahan piutang No.SP-165/BPPN/0600.
Hal ini dilakukan sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 26 Maret 1999.
3. Transaksi pengalihan aset tersebut merupakan jual beli piutang, namun Ditjen Pajak menilai transaksi tersebut sebagai penghapusan piutang macet.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka pada 17 Juni 2003, BCA mengajukan keberatan kepada Ditjen Pajak atas koreksi pajak yang telah dilakukan. Keberatan yang disampaikan BCA diterima Ditjen Pajak dan dinyatakan dalam SK No.KEP-870/PJ.44/2004 tanggal 18 Juni 2004.
Jahja menambahkan, pada saat berakhirnya masa kompensasi kerugian pajak 1998, masih terdapat sisa kompensasi yang belum digunakan sebesar Rp7,81 triliun.
Dengan demikian, seandainya keberatan pajak BCA atas koreksi pajak senilai Rp5,77 triliun tidak diterima oleh Ditjen Pajak, maka masih terdapat sisa tax loss carry forward yang dapat dikompensasikan sebesar Rp2,04 triliun.
"Sisa tax loss carry forward tersebut tidak bisa dipakai lagi atau hangus setelah 2003," jelasnya.