Bisnis.com, JAKARTA---PT Bank Negara Indonesia Tbk. enggan mematok target tinggi untuk penyaluran kredit infrastruktur pada semester II/2014. Perseroan menilai saat ini pada investor atau pun korporasi masih menunggu arah pembangunan ekonomi presiden baru.
“Targetnya mau pasang tinggi tetapi lihat saja sekarang tidak banyak pembangunan, jadi mau pasang target tinggi bagaimana,” kata Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo di Jakarta, Selasa (19/8).
Gatot menuturkan penyaluran kredit infrastruktur pada semester I/2014 mencapai Rp40 triliun. Pembiayaan itu disalurkan kepada tiga sektor utama yakni listrik, jalan, dan telekomunikasi.
Pada semester I/2014, bank dengan kode saham BBNI tercatat menyalurkan kredit kedelapan sektor unggulan sebanyak Rp192,34 triliun meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp164,11 triliun.
Data BNI mencatat pertumbuhan sektor kredit konstruksi terkoreksi menjadi 7% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang bisa tumbuh hingga 8%. Kredit sektor telekomunikasi dan listrik tercatat stagnan, sementara kredit untuk food and beverage (FnB) meningkat. Kredit FnB tumbuh 7% dari posisi 4% pada semester I/2013.
Gatot mengatakan perlambatan penyaluran kredit infrastrutur tidak lepas dari progres program MP3EI yang dicanangkan pemerintah. BNI sebagai salah satu bank pemerintah saat ini memiliki komitmen untuk mendukung dari sisi pendanaan untuk pelbagai proyek infrasturktur pemerintah itu.
Gatot menuturkan pelbagai proyek MP3EI dapat berjalan jika pemerintah memperhatikan dua hal. Pertama, menempatkan proyek MP3EI bukan sebagai proyek milik pemerintah pusat tetapi proyek milik bersama dengan pemerintah daerah.
Kedua, memperjelas rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) sehingga memberi kenyamanan bagi para investor yang hendak berinvestasi.
Gatot melanjutkan pada paruh kedua ini, perseroan masih akan menahan suku bunga kredit karena BNI sedikit terlambat menaikkan suku bunga kredit pada semester I/2014. Hal itu bertujuan menjaga kualitas net interest margin/NIM pada level 6%.
“Kami terlambat naik, sehingga lambat turun juga, yang penting NIM nanti pada kisaran 5,8% hingga 6%, syukur kalau bisa di atas 6%,” jelasnya.