Bisnis.com, JAKARTA—Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus menelan pil pahit setelah Mahkamah Agung menolak permohonan kasasinya dalam perkara bancassurance.
KPPU mengajukan permohonan kasasi pada 27 Oktober 2015 dengan perkara No. 703 K/Pdt.Sus-KPPU/2015. Adapun, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera sebagai termohon kasasi.
Dalam situs resmi Mahkamah Agung (MA), majelis hakim agung yang terdiri dari Syamsul Ma'arif, Hamdi, dan Soltoni Mohdally sepakat untuk menolak upaya kasasi otoritas persaingan usaha. Putusan tersebut dirilis sejak 26 Januari 2016.
Kuasa hukum para termohon Hendro Saryanto mengapresiasi putusan MA tersebut. Kliennya terbukti tidak melakukan perilaku anti persaingan usaha seperti yang dituduhkan tim investigator KPPU.
"Adanya putusan ini semakin menguatkan dalil klien kami yang memang tidak melakukan anti persaingan usaha," kata Hendro kepada Bisnis.
Dia menambahkan semua bukti, dalil, dan fakta telah diberikan kepada majelis hakim pada tingkat pengadilan negeri hingga MA. Dua tingkatan lembaga peradilan tersebut, khususnya pengadilan negeri telah mengakomodir dalil pihaknya dalam pertimbangan putusan.
Kendati demikian, Hendro belum bisa memberikan tanggapan lebih lanjut karena belum mendapatkan salinan putusan MA. Pihaknya belum mengetahui perincian pertimbangan majelis hakim agung dalam menyatakan putusan tersebut.
Namun, hingga berita ini diturunkan Ketua KPPU Syarkawi Rauf belum memberikan tanggapannya. Pesan singkat maupun panggilan telepon Bisnis belum mendapatkan respons.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelumnya telah membatalkan putusan Komisi pada 23 April 2015. Ketua majelis hakim Titik Tedjaningsih mengabulkan sebagian permohonan keberatan yang diajukan para pemohon dan telah dinyatakan sebagai pemohon yang benar.
Para pemohon dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat 2 dan 19 huruf a UU No. 5/1999 tentang Persaingan Usaha serta membatalkan putusan KPPU No. 5/2014.
Pihaknya tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa BI memberikan teguran terhadap pemohon I atas perjanjian kerja sama asuransi jiwa bagi debitur KPR BRI dengan pemohon lain. Kegiatan tersebut dinilai tidak bertentangan dengan prinsip kehati-hatian.
Berdasarkan Pasal 29 ayat 2 UU No. 10/1998 tentang Perbankan, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai prinsip kehati-hatian.
Majelis berpendapat adanya perjanjian para terlapor tersebut merupakan penunjang manajemen risiko dalam kegiatan perjanjian kerjasama kredit, sehingga para pihak pemohon tidak dirugikan dalam perjanjian KPR tersebut seandainya timbul risiko.
Dalam putusan KPPU juga tidak disebutkan perjanjian mana dan tanggal berapa yang telah melanggar surat edaran BI No. 12/2010 tersebut.
Majelis mementahkan pendapat KPPU yang menemukan adanya pembatasan pilihan nasabah KPR BRI dalam menggunakan produk asuransi selain yang ditawarkan oleh pemohon II dan pemohon III.
Titik menilai tindakan yang dilakukan pemohon I bukan merupakan upaya untuk menutup perusahaan asuransi lain ikut dalam proses yang ditawarkan. Namun, kerja sama tersebut harus dipandang sebagai cara berbagi risiko dalam menjalankan usaha.
Oleh karenanya perjanjian yang dibuat para pemohon tersebut tidak dapat dipandang telah mewajibkan nasabah KPR BRI untuk membeli produk asuransi termohon II dan II, serta tidak melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5/1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Monopoli.