Bisnis.com, JAKARTA — PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat penerbitan obligasi oleh perusahaan multifinance selama Januari—November 2024 telah mencapai Rp30,52 triliun. Angka ini mendekati realisasi penerbitan sepanjang 2023 yang sebesar Rp32,77 triliun.
Fixed Income Analyst Pefindo, Ahmad Nasrudin, mengatakan kinerja penerbitan obligasi multifinance menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan pada paruh kedua tahun ini dibandingkan dengan semester pertama.
“Realisasi selama Juli—November 2024 cukup baik dibandingkan dengan semester pertama 2024. Selama paruh pertama 2024, perusahaan multifinance menghadapi suku bunga lebih tinggi karena pada April [2024] Bank Indonesia menaikkan suku bunga 25 bps,” kata Ahmad kepada Bisnis, pada Kamis (19/12/2024).
Ahmad mengatakan kenaikan tersebut tidak hanya mendorong kenaikan biaya dan membuat biaya dana dari penerbitan menjadi lebih mahal, tapi juga melemahkan prospek permintaan jasa multifinance. Dia menjelaskan bahwa kondisi ini berubah pada semester kedua 2024, seiring dengan pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia pada September.
“Pemangkasan suku bunga membuka ruang bagi perbaikan permintaan dan juga biaya dana yang lebih rendah. Sebagai hasilnya, penerbitan selama Juli—November 2024 mencapai Rp17,28 triliun, lebih tinggi daripada di paruh pertama 2024 [Rp13,24 triliun],” kata Ahmad.
Ahmad juga melihat bahwa penerbitan obligasi perusahaan multifinance pada tahun depan akan tetap tinggi di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga.
Ekpektasi tersebut didasarkan pada beberapa asumsi yakni pertama pemangkasan suku bunga yang akan memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, di mana kondisi tersebut akan mendorong permintaan terhadap jasa pembiayaan.
Ahmad menambahkan bahwa dengan suku bunga yang lebih rendah, biaya pendanaan perusahaan pembiayaan juga akan turun. Hal ini diperkirakan akan meringankan beban operasional mereka, sehingga prospek profitabilitas multifinance di tahun depan diharapkan menjadi lebih baik.
Kedua, lanjut Ahmad, permintaan jasa pembiayaan yang lebih tinggi akan mendukung peningkatan pendanaan untuk modal kerja dan investasi. Dengan demikian, pihaknya pun memproyeksikan akan lebih banyak perusahaan multifinance menerbitkan surat utang untuk meraih pendanaan, selain dari bank.
“Bagaimanapun, bagi beberapa perusahaan multifinance, terutama yang besar dan memiliki peringkat tinggi, surat utang memungkinkan mereka mengumpulkan dana dengan lebih murah daripada meminjam ke bank,” katanya.
Ketiga, perusahaan multifinance cenderung akan memanfaatkan suku bunga lebih rendah untuk membiayai surat utang yang jatuh tempo. Dengan demikain, Ahmad memihat bahwa penerbitan pada tahun depan tidak hanya untuk kebutuhan modal kerja dan investasi.
“Bagaimanapun, surat utang yang jatuh tempo di tahun depan cukup tinggi. Sehingga, beberapa dari surat utang tersebut akan dibiayai kembali,” katanya.
Adapun pada 2025 terdapat Rp29,70 triliun surat utang akan jatuh tempo dari industri multifinance, sebagian besar pada kuartal III/2025.
Secara tahunan, penerbitan surat utang multifinance dalam 11 bulan pertama 2024 hanya terpaut sedikit dari realisasi penuh tahun lalu, sebagaimana terlihat pada data historis penerbitan:
Tahun |
Penerbitan Obligasi |
2018 |
Rp23,93 triliun |
2019 |
Rp26,42 triliun |
2020 |
Rp14,36 triliun |
2021 |
Rp21,04 triliun |
2022 |
Rp27,09 triliun |
2023 |
Rp32,77 triliun |
2024* |
Rp30,52 triliun |