Bisnis.com, JAKARTA---- Korporasi tambang milik negara, PT Timah (Persero) Tbk., membukukan laba bersih Rp251,83 miliar pada 2016 atau melampaui estimasi konsensus Bloomberg sebesar Rp189,54 miliar.
Laba bersih tersebut meningkat 147% dibandingkan dengan Rp101 miliar pada 2015. Kendati demikian, laba bersih tersebut belum melampui kinerja perseroan pada 2011-2013 ketika harga timah tidak serendah 2 tahun belakangan.
Sebagai gambaran, harga komoditas timah di pasar global sedikit banyak berpengaruh terhadap kinerja keuangan Timah. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Timah berada pada tren menurun sejak 2011 hingga 2015.
Dengan pencapaian tersebut, laba per saham emiten berkode saham TINS itu sebesar Rp34 atau di atas estimasi konsensus Bloomberg Rp24,4. Pada 2016, pendapatan Timah sebesar Rp6,96 triliun atau di atas ekspetasi konsensus Bloomberg sebesar Rp6,42 triliun.
Sekretaris Perusahaan Timah Sutrisno S.Tatetdagat menyatakan pencapaian itu berkat strategi bisnis yang baik di tengah fluktuasi pasar komoditas, serta strategi operasi dalam memperoleh bijih timah dengan biaya yang kompetitif.
“Beban pokok pendapatan mengalami penurunan sebesar 5,09% menjadi Rp5,87 dibandingkan tahun sebelumnya Rp6,19 triliun,” tulis Sutrisno dalam keterangan tertulis, Selasa (28/2).
Pada 2016, produksi bijih yang dilakukan Timah sebesar 24.121 ton atau turun dibandingkan dengan 26.361 ton pada 2015. Pada 2016, produksi logam timah sebesar 23.756 Mton atau turun dibandingkan dengan 27.431 Mton pada 2015.
“Penjualan logam timah sebesar 26.677 Mton sedangkan periode yang sama tahun lalu sebesar 30.087 Mton,” tulis Sutrisno.
Per 31 Desember 2016, jumlah cadangan Timah sebesar 335.909 ton dimana 79% atau 264.806 ton di antaranya berada di laut, sedangkan 21% atau 71.103 ton berada di darat.
Sementara itu, jumlah sumber daya yang dicatatkan oleh perseroan pada 2015 sebanyak 737.456 ton dimana 67% berada di laut dan 33% berada di darat.
“Pada 2017 direncanakan target produksi bijih timah, target produksi logam dan target penjualan sebesar 30.000 ton.
Hal ini tentunya didukung dengan rencana perseroan melalui peningkatan kapasitas produksi baik penambangan maupun peleburan,” papar Sutrisno.
Untuk mendukung rencana tersebut, perseroan menganggarkan belanja modal sebesar RP2,56 triliun pada 2017.
Sutrisno menyatakan, untuk menambah masa hidup perusahaan, perseroan tetap Fokus pada penemuan cadangan baru (intensifikasi dan ekstensifikasi).