Bisnis.com, JAKARTA— Sejumlah emiten kontraktor pelat merah mengatur strategi setelah Bank Indonesia menaikan suku bunga 7 days repo rate (7DRR) 50 basis points ke level 5,25% yang diprediksi akan menambah beban keuangan perseroan.
Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ahmad Bambang mengatakan akan mengevaluasi strategi pendanaan emiten BUMN Karya untuk periode semester II/2018. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan yakni tren kenaikan suku bunga serta gejolak nilai tukar Rupiah.
Bambang telah menyarankan kepada BUMN Karya untuk menghimpun dana untuk kebutuhan modal melalui instrumen bertenor jangka pendek. Hal tersebut agar perseroan mendapat bunga yang lebih rendah.
“[Untuk semester II/2018], kalau masih murah obligasi daripada perbankan tetap pakai instrumen itu,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (30/06/2018).
Sementara itu, Direktur Utama Waskita Karya I Gusti Ngurah Putra mengatakan kenaikan suku bunga akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perseroan. Oleh karena itu, emiten berkode saham WSKT itu telah menyiapkan strategi untuk menghadapi kondisi tersebut.
Dia mengungkapkan akan mempercepat tagihan sehingga menurunkan jumlah kredit perseroan. Selain itu, perseroan harus memastikan pembayaran proyek yang berstatus turn key langsung diterima setelah pengerjaan selesai.
“Jadi kami harus meningkatkan efiensi dan benar-benar menjaga arus kas,” jelasnya.
Adapun, Putra menjelaskan bahwa strategi penggalangan dana perseroan akan menyesuaikan dengan kondisi perekonomian ke depan. Perseroan akan memilih instrumen yang paling memungkinkan untuk menghimpun dana segar.
“Saat ini tidak ada yang rigid karena semuanya bisa berubah setiap saat mana yang paling mungkin,” imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Waskita Karya Haris Gunawan mengatakan perseroan tengah mempersiapkan penerbitan obligasi pada semester II/2018. Jumlah surat utang yang bakal diemisi diperkirakan mencapai Rp3,5 triliun.
“Kita akan gunakan dana yang dihimpun untuk keperluan refinancing utang jangka pendek,” tuturnya.
Dia menjelaskan bahwa perseroan mengincar obligasi dengan tenor 5 tahun. Adapun, besaran kupon yang diharapkan berada di kisaran 8%-9%.
Di sisi lain, Direktur Utama PP Lukman Hidayat mengatakan perseroan akan mengambil sikap apabila tren kenaikan suku bunga serta gejolak nilai tukar Rupiah berlangsung dalam jangka panjang. Pihaknya akan terus melakukan kajian dalam 2 bulan hingga 3 bulan ke depan.
Lukman mengungkapkan kenaikan suku bunga dapat berdampak terhadap meningkatnya cost of fund perseroan. Sementara, gejolak nilai tukar Rupiah akan menambah komponen biaya proyek yang menggunakan mata uang Dolar.
“Kami akan evaluasi seluruh proyek PP baik yang investasi maupun noninvestasi. Saat ini kami belum tentukan sikap apakah nanti akan memperlambat proyek sambil investasi terus berjalan atau yang sudah berjalan tetap dan yang belum kami tunda,” ujarnya.
Terkait rencana penggalangan dana, dia menyebut emiten berkode saham PTPP itu masih mengevaluasi rencana penerbitan surat berharga perpetual (SBP) Tahap II 2018. Sebelumnya, kontraktor pelat merah itu telah menerbitkan SBP Tahap I 2018 dengan jumlah pokok Rp150 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2018, PTPP mengantongi pendapatan Rp3,68 triliun. Jumlah tersebut naik 26,26% dari periode sebelumnya Rp2,91 triliun.
Pada kuartal I/2018, PTPP memiliki total ekuitas Rp14,63 triliun atau naik 2,78% secara tahunan. Adapun, total liabilitas justru tercatat menurun 0,58% secara tahunan menjadi Rp27,53 triliun pada kuartal I/2018.
Dengan demikian, PTPP masih mengamankan laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk Rp156,10 miliar pada kuartal I/2018. Pencapaian tersebut tumbuh 19,94% dari periode yang sama tahun lalu.
Frankie Wijoyo Prasetio, Head of Equity Trading Phintraco Sekuritas Medan menyebut kenaikan suku bunga acuan akan berdampak terhadap kinerja keuangan emiten BUMN Karya. Pasalnya, saat ini mereka tingkat debt to equity ratio (DER) dibandingkan dengan perseroan pelat merah di sektor lainnya.
Di sisi lain, dia menyebut emiten BUMN konstruksi memiliki kinerja fundamental yang baik. Namun, sentimen tersebut belum mampu mengalahkan kekhawatiran terhadap kenaikan cost of fund.