Bisnis.com, JAKARTA – Permasalahan defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PBIDI) Daeng M. Faqih mengatakan permasalahan defisit yang dialami BPJS Kesehatan memang bersumber pada kurangnya dana yang dimiliki.
"Mekanisme yang betul itu bukan menutup defisit, tapi bagaimana caranya merencanakan agar dana yang terkumpul itu [terkelola] dengan baik, yang paling mudah adalah indikator besar iuran," ungkapnya pada Rabu (12/12/2018).
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PBIDI) Daeng M. Faqih. - Bisnis.com/Nur Faizah Al Bahriyatul Baqiroh
Dengan demikian, menurutnya, ada baiknya jika iuran BPJS Kesehatan disesuaikan dengan porsi kelasnya masing-masing baik dana iuran yang ditanggung pemerintah maupun yang dibayarkan sendiri oleh masyarakat.
Berapa besaran dana iuran yang cocok, Faqih mengatakan itu sudah menjadi ranah para ahli aktuaria untuk menganalisisnya. "Jadi, yang nantinya direkomendasikan oleh ahli aktuaria dari hitungan-hitungan yang teliti, profesional itu memang sebaiknya diikuti."
Dia juga menegaskan jangan sampai demi mengatasi defisit anggaran keuangan BPJS Kesehatan, mutu pelayanan kesehatan dikurangi atau dikorbankan.
"Mutu pelayanan tidak boleh dikorbankan. Kalau mutu pelayanan dikurangi itu berakibat tidak bagus bagi pasien, bisa menurunkan kualitas pelayanan dan yang kedua bisa terganggu keselamatan pasien," kata Faqih.
Dengan demikian, dalam pandangannya, yang paling awal mesti dilakukan ialah harus menambah kecukupan dana dengan penambahan biaya iuran. “Yang kedua, bukan mengurangi mutu [pelayanan kesehatan], melainkan beban benefitnya yang dikurangi, di Indonesia kan semuanya di-cover, itu jangan semua [penyakit] di-cover, beda ya, mutu dengan beban."