Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta hendak menambah modal Rp2,3 triliun secara bertahap hingga 2025. Seluruh pemegang saham, pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten telah berkomitmen melalui peraturan daerah.
Direktur Pemasaran BPD DIY Raden Agus Trimurjanto mengatakan bahwa hal itu membuat bank dalam posisi aman menyambut aturan permodalan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“DIY [pemerintah daerah] sangat mendukung. Secara periodik kabupaten/kota akan memberikan sekian miliar setiap tahun,” katanya kepada Bisnis, Kamis (9/1/2020).
Adapun OJK akan menaikan batas bawah modal inti bank umum secara bertahap. Pada tahun depan, bank umum kelompok usaha (BUKU) I wajib memiliki modal inti setidaknya Rp1 triliun.
Pada tahun berikutnya, yakni 2021 BUKU I wajib memiliki modal inti sedikitnya Rp2 triliun. Pada 2022 modal inti minimum untuk tergolong menjadi BUKU I sebesar Rp3 triliun.
Per 31 Desember 2019, BPD DIY memiliki modal inti Rp2,1 triliun. Hal tersebut didukung dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) lebih dari 20%.
Berdasarkan laporan publikasi September 2019, Pemerintah Daerah DIY memiliki 50,87% saham. Kemudian Pemerintah Kabupaten Sleman 18,20%, Pemerintah Kabupaten Yogyakarta 11,13%, dan Pemerintah Kabupaten Bantul 9,43%. Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, masing-masing menggenggam 6,03% dan 4,34%.
Kendati memiliki permodalan yang cukup tebal dan komitmen pemegang saham pengendali, BPD DIY belum ada rencana untuk mengambil alih bank pembangunan daerah lain. Seperti diketahui, sejumlah BPD memiliki isu terkait permodalan.
Agus mengatakan bahwa BPD DIY fokus untuk memisahkan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah (BUS) sesuai dengan ketentuan otoritas. “Konsentrasi kami saat ini ke situ dulu,” katanya.