Bisnis.com, JAKARTA – Calon Wakil Ketua merangkap Anggota Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara, dalam uji kelayakan dan kepatutan diberondong pertanyaan oleh Komisi XI DPR RI terkait dengan kasus Bank Century.
Bank Century yang kemudian berganti nama menjadi Bank Mutiara sempat mengalami skandal kasus pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP), serta penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik
Terkait hal itu, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun mempertanyakan peran Mirza yang pernah menjabat sebagai Komisioner dan Kepala Eksekutif Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada periode 2010 – 2013.
Misbakhun menuturkan penyelesaian kasus Century opsi C bahwa bailout dinyatakan melanggar hukum. Namun, LPS selaku pemegang saham mayoritas Bank Mutiara tetap menginjeksi dana sehingga tahun 2009-2013 laporan keuangan LPS ditolak oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
“Keputusan politiknya sudah memutuskan, tatakan hukum diputuskan melalui Rapat Paripurna, tetapi injeksi dari Rp6,7 triliun melengkapi menjadi Rp8,1 triliun tetap dilakukan [LPS]. Saya ingin tahu apa peran bapak di situ,” kata Misbakhun, Rabu (6/4/2022).
Menjawab pertanyaan tersebut, Mirza menjelaskan bahwa saat itu LPS harus menyikapi posisi Bank Mutiara yang sudah jatuh tempo untuk didivestasi. Dia menambahkan bahwa modal negara telah masuk, tetapi situasi bank masih jauh dari level sehat.
Baca Juga
Dia melanjutkan bahwa dengan kondisi itu diperkirakan Bank Mutiara masih memerlukan pencadangan, tetapi pada saat bersamaan proses divestasi harus sudah dilakukan.
“Pada waktu saya masuk di LPS adalah status memang laporan keuangan disclaimer dan pada saat itu kami mempersiapkan untuk melakukan divestasi,” pungkasnya.
Setelah itu, ketika Mirza merapat ke Bank Indonesia (BI) pada Oktober 2013, permodalan Bank Mutiara menunjukkan situasi yang memang memerlukan injeksi modal. BI, yang saat itu masih menjadi pengawas perbankan, memutuskan untuk LPS menambah modal ke Bank Mutiara.
“Sehingga pada saat itu LPS menambah modal kemudian proses divestasi bisa dilakukan. Jadi, kalau tidak salah proses divestasi Bank Mutiara berlangsung pada 2014 atau 2015,” tuturnya.
Di sisi lain, dalam kesempatan yang sama, Mirza menegaskan kompetensi pengawasan investasi asuransi dan dana pensiun perlu terus dibangun. Premi dan iuran yang diterima asuransi dan dana pensiun harus diinvestasikan dengan prudent di instrumen yang sehat.
Lebih lanjut, menurutnya, pengawas industri keuangan non-bank (IKNB) harus memiliki kompetensi dan alat untuk melakukan analisa terkait investasi asuransi serta dana pensiun, termasuk BPJS.
“Jadi tidak cukup pengawas hanya berhenti di permukaan, untuk itu memang pengawas harus punya kompetensi, untuk itu kompetensi perlu dibangun, training harus dilakukan, benchmarking harus dilakukan, program magang harus dilakukan, sistem harus dibangun,” pungkasnya.
Dia menambahkan perusahaan asuransi dan dana pensiun sebagian besar berinvestasi di pasar modal, sehingga diperlukan integrasi data investasi dengan Kompartemen OJK Pasar Modal.