Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mengatakan rencana dari pemerintah untuk memasukan saham Seri A Dwiwarna ke PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) dinilai mampu menjadi pengungkit industri keuangan syariah nasional.
Saham Seri A Dwiwarna merupakan saham khusus Negara Republik Indonesia yang memberikan hak istimewa pada pemegang sahamnya, di antaranya menyetujui persetujuan rapat umum pemegang saham serta menyetujui perubahan permodalan perusahaan.
Menurut Puteri, industri keuangan syariah di Indonesia telah berkembang cepat dalam beberapa waktu terakhir. Namun, pangsa pasar syariah tergolong rendah atau hanya sekitar 10 persen.
Padahal, lanjutnya, Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Sebagai contoh, pangsa pasar industri keuangan syariah di Malaysia mencapai sekitar 30 persen, sementara negara di Timur Tengah mencapai lebih dari 60 persen.
“Dari total aset keuangan syariah di Indonesia, didominasi oleh pasar modal, sedangkan perbankan hanya memiliki market share sekitar 6 persen,” kata Puteri dalam keterangan tertulis, yang diterima Bisnis, Kamis (14/4/2022).
Oleh karena itu, Puteri menilai strategi Kementerian BUMN melebur tiga bank syariah anak usaha bank pelat merah pada awal 2021 patut diapresiasi. Langkah ini menjadi terobosan, sehingga BSI saat ini masuk dalam daftar 10 bank terbesar di Indonesia.
Baca Juga
Saat ini, saham BRIS dimiliki oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. 50,83 persen, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 24,85 persen, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 17,25 persen. Sisanya, pemegang saham lain di bawah 5 persen termasuk publik 7,08 persen.
“Hadirnya bank syariah terbesar di Indonesia ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia untuk dapat bersaing di pasar keuangan syariah internasional, termasuk memperluas akses pasar asuransi syariah di pasar ASEAN seiring disahkannya ratifikasi protokol AFAS [Asean Framework Agreement on Services] ke-7,” pungkasnya.
Puteri menambahkan dengan adanya penguatan dari sisi permodalan, BSI harus mampu untuk meningkatkan inovasi dan kapasitas layanan untuk UMKM, ritel, komersial, wholesale syariah, sampai korporasi termasuk untuk mengoptimalkan potensi sukuk global di masa datang.
Lebih jauh, dia menjelaskan tugas pemangku kepentingan adalah mendorong BSI lebih dalam masuk ke rantai industri halal dan ekosistem syariah yang lebih luas. Pasalnya, ekonomi dan keuangan syariah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dikembangkan secara parsial.
“Ekonomi ini tidak dapat berkembang secara optimal tanpa dukungan sektor keuangan, begitu pun sektor keuangan tidak akan tumbuh tanpa permintaan sektor riil,” jelas Puteri.
Sebagai contoh, BSI memiliki data bahwa saat ini ada 278.255 masjid di Indonesia. Dengan jumlah tersebut, ada peluang ekonomi syariah dari potensi penghimpunan zakat, infaq, sedekah dan wakaf (Ziswaf) dengan nilai hampir Rp400 triliun.
Adapun industri halal di Indonesia memiliki nilai potensi lebih kurang Rp4.375 triliun. Dari total ini, industri makanan dan minuman halal menyedot porsi terbanyak, yaitu Rp2.088 triliun.