Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) mendorong peningkatan laba melalui upaya menekan biaya dana.
"Kami terus berusaha menekan biaya dana lewat penggalangan dana murah [CASA] yang saat ini tetap tumbuh double digits," ujar Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan, Senin (20/6/2022).
Berdasarkan laporan keuangan bulanan CIMB Niaga, dana murah yang berasal dari giro dan tabungan tumbuh sebesar 14 persen secara tahunan pada posisi Mei 2022. Itu naik dari Rp134,1 triliun menjadi Rp152,6 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan bulanan CIMB Niaga, dana murah yang berasal dari giro dan tabungan tumbuh sebesar 14 persen secara tahunan pada posisi Mei 2022. Itu naik dari Rp134,1 triliun menjadi Rp152,6 triliun.
Sementara kredit korporasi perseroan tumbuh sebesar 10 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp67 triliun per Mei 2022.
Lani mengatakan emiten dengan sandi saham BNGA ini terus membangun relasi dengan nasabah korporasi existing maupun yang baru untuk membangun pipeline, termasuk lewat trade services untuk menunjang kegiatan ekspor.
"Target [kredit korporasi] kami tumbuh 7 persen - 9 persen [di tahun ini]," kata Lani.
Kondisi ini selaras dengan survei permintaan dan penawaran pembiayaan perbankan yang dirilis BI pada Jumat (17/6/2022).
Dalam survei tersebut, bank sentral menyampaikan permintaan pembiayaan baru korporasi pada Mei 2022 terindikasi tumbuh positif yang tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 12,1 persen.
Meski tumbuh positif, pembiayaan korporasi pada Mei 2022 cenderung melambat jika dibandingkan pada posisi April 2022 yang tercatat 29,0 persen.
Di sisi lain, menurut Lani, suku bunga acuan akan bergantung dari biaya dana (cost of funds/CoF) yang biasanya juga berhubungan dengan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Adapun, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23-24 Mei 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 3,50 persen.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyampaikan keputusan tersebut sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar. Selain itu juga tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tingginya tekanan eksternal terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara maju dan berkembang.