Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Pilih Belanja Surat Utang Terbitan Pemerintah Saat Penyaluran Kredit Melambat

Total pembelian SBN oleh perbankan telah mencapai Rp148,56 triliun per Juni 2025 sehingga total Rp1.199,96 triliun setara 19,02% dari total surat utang negara.
Warga mencari informasi mengenai Surat Berharga Negara (SBN) jenis Sukuk Tabungan Seri ST010 di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga mencari informasi mengenai Surat Berharga Negara (SBN) jenis Sukuk Tabungan Seri ST010 di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan nasional kian agresif menambah portofolio surat berharga negara (SBN) yang diluncurkan pemerintah dan menahan penyaluran kredit seiring naiknya risiko ekonomi.

Chief Economist Bank Permata Josua Pardede menilai fenomena ini mencerminkan sikap kehati-hatian bank terhadap prospek kredit yang masih belum solid di tengah ketidakpastian global.

“Dengan laju kredit hanya tumbuh 8,43% pada Mei, turun dari 10,39% pada akhir 2024, jelas bahwa sektor riil belum sepenuhnya pulih, sehingga permintaan kredit masih terbatas,” ujar Josua kepada Bisnis, Jumat (4/7/2025).

Dia menambahkan, bank menghadapi tantangan dari sisi prospek ekonomi yang dibayangi oleh ketidakpastian global, seperti kebijakan tarif Amerika Serikat serta ketegangan geopolitik yang berpotensi meningkatkan risiko pasar domestik.

Dalam konteks tersebut, bank memilih jalur aman untuk mendapatkan bunga di atas BI-Rate dengan memperbesar eksposur pada instrumen SBN. Selain menawarkan imbal hasil yang menarik, investasi di SBN juga dinilai lebih aman dibandingkan risiko peningkatan kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL), terutama jika kredit disalurkan secara agresif ke sektor riil yang masih lemah.

Hingga akhir Juni 2025, total tambahan pembelian SBN oleh perbankan telah mencapai Rp148,56 triliun. Alhasil, total eksposur bank di SBN melonjak menjadi Rp1.199,96 triliun atau setara 19,02% dari total outstanding SBN pemerintah, naik tajam dari posisi 17,41% pada akhir 2024.

Sementara itu, posisi bank di instrumen jangka pendek Bank Indonesia seperti SRBI justru turun Rp22,65 triliun dalam lima bulan pertama 2025, mengindikasikan pergeseran preferensi risiko ke tenor lebih panjang.

Menurut Josua, daya tarik SBN sebagai instrumen penempatan dana pada paruh kedua tahun ini tetap kuat. Hal ini didorong oleh kebutuhan pendanaan pemerintah yang signifikan, dengan defisit APBN diperkirakan mencapai 2,53% dari PDB.

“Pemerintah telah menetapkan target pembiayaan dari pasar domestik sebesar 70%–75%, sehingga penerbitan SBN domestik tetap tinggi. Ini menjadi peluang bagi bank untuk memperbesar portofolionya di SBN,” jelasnya.

Adapun imbal hasil obligasi pemerintah per 1 Juli 2025 tercatat sekitar 6,59% untuk tenor 10 tahun, yang menurut Josua masih tergolong kompetitif.

Dia juga mencatat bahwa semakin dominannya kepemilikan domestik atas SBN turut meredam potensi gejolak dari arus modal asing. “Dengan demikian, bank merasa lebih nyaman menempatkan likuiditasnya dalam instrumen ini,” kata Josua.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa dominasi penempatan dana ke SBN tetap perlu dicermati. Jika strategi ini terlalu besar porsinya, ada risiko kurangnya stimulus kredit bagi dunia usaha, yang pada akhirnya bisa memperlambat pemulihan ekonomi nasional.

Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera Haryn menyebut penempatan dana pada instrumen surat berharga merupakan bagian dari manajemen likuiditas yang prudent dan upaya menjaga keseimbangan dengan ekspansi kredit yang sehat.

Hera mengatakan bahwa fungsi utama perbankan adalah menyalurkan kredit sebagai bagian dari perannya dalam intermediasi ekonomi. Namun demikian, penempatan dana pada surat berharga tetap menjadi bagian penting dari strategi pengelolaan likuiditas bank.

“BCA senantiasa menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat,” kata Hera kepada Bisnis, Rabu (3/7/2025).

Hingga Mei 2025, total kredit (bank only) yang disalurkan BCA tercatat tumbuh 11,8% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp924 triliun.

Di sisi lain, total dana yang ditempatkan BCA pada instrumen surat berharga (termasuk SBN) mencapai Rp370 triliun per Mei 2025. Hera menyebutkan bahwa selain sebagai strategi pengelolaan likuiditas, langkah ini juga merupakan bentuk kontribusi BCA dalam mendukung perekonomian nasional.

“BCA berkomitmen untuk mengelola likuiditas secara prudent serta mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dalam penerapan manajemen risiko,” tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri M. Ashidiq Iswara menyampaikan bahwa Bank Mandiri secara aktif melakukan penempatan likuiditas pada instrumen SBN dan surat berharga lainnya sebagai salah satu alternatif instrumen aset produktif.

"Penempatan dana pada Surat Berharga Negara (SBN) dan surat berharga lainnya merupakan bagian dari strategi manajemen likuiditas (liquidity management) dan optimalisasi asset liability management bank dengan menyesuaikan tren serta kondisi perekonomian," kata Ashidiq kepada Bisnis, dikutip Jumat (4/7/2025).

Dia menjelaskan bahwa porsi penempatan dana pada surat berharga dapat terus berubah menyesuaikan dengan perubahan tren yang terjadi antara lain ekses likuiditas yang tersedia, permintaan dari klien baik institusional maupun individual, risk appetite perbankan, serta pertumbuhan kredit perbankan.

Penempatan likuiditas pada instrumen SBN dan surat berharga lainnya juga dilakukan dalam rangka mendapatkan imbal hasil yang optimal dengan tingkat risiko yang terukur.

"Penempatan dana pada instrumen surat berharga Bank Mandiri akan terus dioptimalkan dengan mengedepankan pengelolaan portofolio yang komprehensif dan memperhatikan prinsip-prinsip risiko yang prudent,” sebutnya.

Adapun realisasi penempatan dana Bank Mandiri secara bank only pada surat berharga tumbuh 2,79% year-on-year (yoy) menjadi Rp225,02 triliun di akhir April 2025. Pada posisi yang sama, Bank Mandiri secara bank only menyalurkan pertumbuhan kredit 15,34% yoy menjadi Rp1.308,43 triliun.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper