Bisnis.com, BOGOR – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyoroti relevansi regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur batasan-batasan portofolio investasi perusahaan asuransi jiwa di tengah gejolak pasar saham Indonesia yang terjadi akibat memanasnya konflik dunia.
Ketentuan investasi perusahaan asuransi jiwa diatur di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 71 Tahun 2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, serta POJK 6 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 72 Tahun 2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah.
Simon Imanto, Ketua Bidang Keuangan, Permodalan, Pajak, dan Investasi AAJI, mengatakan secara prinsip POJK 5/2023 dan POJK 6/2023 memang telah mengarah pada tata kelola investasi yang prudent, dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian, diversifikasi aset, serta kesesuaian antara aset dan liabilitas.
Menurutnya, aturan tersebut memberikan landasan penting untuk menjaga stabilitas keuangan perusahaan asuransi dalam jangka panjang.
"Namun, dalam situasi pasar yang bergejolak, seperti tekanan yang terjadi di pasar saham saat ini, ruang adaptasi perusahaan asuransi menjadi relatif terbatas, terutama karena adanya ketentuan batas maksimum investasi pada instrumen saham," kata Simon kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025).
POJK 5/2023 mengatur bagi perusahaan asuransi konvensional, investasi berupa saham yang tercatat di bursa efek, untuk setiap emiten paling tinggi 10% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 40% dari jumlah investasi.
Baca Juga
Sama halnya di asuransi syariah, POJK 6/2023 mengatur bahwa bagi perusahaan asuransi syariah, investasi berupa saham syariah yang tercatat di bursa efek, untuk setiap emiten paling tinggi 10% dari jumlah investasi, dan seluruhnya paling tinggi 40% dari jumlah investasi.
Simon mengatakan bahwa regulasi yang sehat dan berorientasi jangka panjang tetap penting, namun akan lebih optimal jika disertai dengan mekanisme fleksibilitas yang terukur dan berbasis kondisi pasar.
"Hal ini memungkinkan pelaku industri untuk tetap agile dalam merespons dinamika pasar keuangan tanpa mengorbankan prinsip kehati-hatian," pungkasnya.
Sebagai informasi, hasil investasi industri asuransi jiwa per kuartal I/2025 terkoreksi cukup dalam dibanding hasil investasi pada kuartal I/2024. Pada tiga bulan pertama tahun ini, hasil investasi asuransi jiwa hanya mencapai Rp340 miliar, sedangkan pada kuartal I/2024 hasil investasi asuransi jiwa tercatat sebesar Rp12,32 triliun.
Hasil investasi yang terkoreksi tersebut menyebabkan total pendapatan industri asuransi jiwa turun meskipun pendapatan dari premi meningkat. Pada kuartal I/2025, total pendapatan industri terkoreksi 17,5% year on year (YoY) menjadi Rp50,16 triliun. Sementara itu, total pendapatan premi tumbuh 3,2% YoY menjadi Rp47,45 triliun.
Adapun portofolio investasi asuransi jiwa per kuartal I/2025 mayoritas pada Surat Berharga Negara (SBN) dengan nilai Rp214,23 triliun, tumbuh 12,9% YoY. Porsi terbesar kedua adalah pada saham dengan nilai Rp119,79 triliun, turun 19% YoY.