Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) akan melanjutkan strategi hapus buku atau write off terhadap kredit bermasalah yang tidak bisa diselamatkan.
Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan bahwa jumlah hapus buku kredit atau write off BRI pada 2022 diperkirakan akan sedikit lebih besar dibandingkan akhir tahun lalu, yang mencapai Rp14,6 triliun.
“Mayoritas write off dilakukan BRI pada segmen kecil dan mikro, lebih khusus yang terdampak Covid-19 yang sudah tidak bisa diselamatkan,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (8/7/2022).
Berdasarkan laporan perseroan per kuartal I/2022, jumlah hapus buku emiten bank berkode saham BBRI ini telah mencapai Rp3,3 triliun. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, yakni Rp1,7 triliun.
Sementara itu, Aestika menyatakan bahwa untuk recovery, BRI menargetkan sekitar 50 hingga 60 persen dari total hapus buku pada tahun ini. Tahun lalu, pemulihan dari hapus buku tersebut mencapai 60,9 persen.
Sampai dengan akhir 2022, BBRI optimistis rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) akan berada di level 3 persen. Target ini tidak berbeda jauh dengan realisasi NPL perseroan pada tahun lalu yang berada di angka 3,08 persen.
Baca Juga
Aestika menuturkan bahwa strategi BRI dalam menjaga NPL akan fokus pada pertumbuhan yang selektif, seperti menyasar sektor-sektor yang memiliki potensi kuat sekaligus tahan banting dari gejolak perekonomian.
“Sektor-sektor yang memiliki potensi yang kuat serta eksposur minimum terhadap gejolak tersebut, seperti pertanian, industri bahan kimia, serta makanan dan minuman,” tuturnya.
Upaya lain yang dilakukan BRI untuk menjaga NPL adalah selektif menentukan kelayakan nasabah restrukturisasi dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi bisnis nasabah.
Selain itu, BRI menerapkan soft landing strategy dengan membentuk cadangan yang cukup guna mengantisipasi terjadinya pemburukan kualitas kredit nasabah restrukturisasi. Hingga kuartal I/2022, NPL coverage BRI meningkat dari 254,8 persen tahun lalu menjadi 275,7 persen.