Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Kecil hingga Bank Jumbo Siap Sambut Berakhirnya Relaksasi Kredit Covid-19 Bulan Ini

Sederet perbankan Tanah Air telah mempersiapkan diri guna menghadapi berakhirnya relaksasi Covid-19 pada akhir Maret 2024.
Ilustrasi nasabah melakukan restrukturisasi kredit perbankan akibat pandemi Covid-19/Freepik.
Ilustrasi nasabah melakukan restrukturisasi kredit perbankan akibat pandemi Covid-19/Freepik.

Bisnis.com, JAKARTA -- Sederet perbankan Tanah Air telah mempersiapkan diri guna menghadapi berakhirnya relaksasi Covid-19. Hal ini seiring kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bakal mengakhiri restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024. 

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin menuturkan bahwa perbankan sendiri sudah mengantisipasi dengan terus disiplin membentuk cadangan kerugian penurunan nilai alias CKPN yang cukup besar.

“Bank sudah berbenah. Jika ada kenaikan rasio kredit bermasalah [nonperforming loan/NPL] tidaklah signifikan, karena mereka [bank] sudah cukup waspada dari jauh-jauh hari,” ujarnya pada Bisnis, Selasa (5/3/2024)

Tak hanya itu, pemain perbankan juga selalu menjaga aspek kehati-hatian dalam menyalurkan kredit, utamanya dalam segmen korporasi, komersial hingga penyaluran pembiayaan pada program pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Baginya, melihat UMKM yang belum sepenuhnya bangkit, maka bank-bank yang berfokus pada usaha kecil menengah ini juga telah merancang mekanisme penagihan.

“Ketiga segmen itu banyak menyumbang NPL. Apalagi, bank menengah ke bawah yang fokus ke UMKM. Imbas Covid-19, mereka [bank kecil] terkoreksi cukup dalam,” ucapnya. 

Dari kelompok bank KBMI I, seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) telah berancang-ancang mengantisipasi berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19 bulan ini. 

Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah menyebut sejak tahun lalu, perseroan sudah mempersiapkan diri dengan melakukan identifikasi debitur yang tergolong high risk yang besar kemungkinan akan menjadi NPL serta medium risk yang masih bisa disehatkan.

Tercatat, sejak awal diberlakukan, angka restrukturisasi Covid-19 di Bank Oke Indonesia berada dikisaran Rp1,3 triliun, dan pada akhir Januari 2024 angka restrukturisasi Covid-19 tinggal sekitar Rp500 miliar. 

“Kami sudah memetakan berapa persen yang akan normal kembali, yang akan jadi NPL atau diberikan restrukturisasi biasa/non-Covid-19,” katanya pada Bisnis, Selasa (5/3/2024)

Sementara itu, PT Bank KB Bukopin Tbk. (BBKP) alias KB Bank yang masuk dalam KBMI II melaporkan bahwa tahun ini perseroan akan fokus mengejar untuk dapat menyelesaikan penjualan aset-aseryang kurang berkualitas. 

“Selain itu, kami juga fokus pada ekspansi kredit berkualitas di segmen UMKM dan ritel. Sehingga kami optimis untuk tetap dapat mencapai target kami pasca berakhirnya relaksasi Covid-19,” kata Corporate Relation Department Head Adi Pribadi pada Bisnis, Senin (4/3/2024)

Adapun, dari pemain syariah yaitu PT Bank BCA Syariah menyebut akan melakukan restrukturisasi ulang pada sektor tekstil, sedangkan sektor lain seperti UMKM akan diselesaikan pada akhir Maret 2024. 

“Sebagian besar yang telah melakukan restrukturisasi covid-19 membaik,” ucap Direktur BCA Syariah Ina Widjaja saat ditemui Bisnis di Jakarta, Selasa (5/3/2024)

Tercatat, per akhir Desember 2023, pembiayaan yang direstruktur mencapai Rp549,1 miliar, di mana restrukturisasi Covid-19 mencapai 81% atau Rp443,6 miliar, sedangkan non Covid-19 tersisa hanya 19% atau senilai Rp105,5 miliar. 

Adapun, BCA Syariah mencatatkan CKPN terhadap outstanding per akhir Desember sebesar 4,7%. Lalu, CKPN terhadap financing at risk (FAR) 74,3% dan CKPN terhadap NPF mencapai 454%

Seiring dengan berakhirnya relaksasi Covid-19, dari segi kualitas pembiayaan BCA Syariah mencatatkan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) gross sebesar 1,04% dari 1,42% dan nett 0% dari sebelumnya 0,01%

Kesiapan Bank Jumbo

Tak hanya bank kecil, bank jumbo juga berupaya untuk terus memperbaiki kredit bermasalah di evel yang terjaga. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) misalnya yang optimistis kinerja akan terus membaik meski relaksasi Covid-19 bakal berakhir. Pasalnya, perseroan secara bertahap telah melakukan stress test dan sensitive analyst dari berbagai aspek.

“Di Bank Mandiri, LAR sudah lebih rendah dibanding Covid-19, ini menjadi indikator utama bahwa kita sudah siap ke kondisi sebelum Covid-19, di mana relaksasi akan dikurangi oleh OJK,” ujar Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar dalam Economic Outlook 2024, Kamis (29/2/2024)

Tercatat, per akhir Desember 2023, pencadangan atas kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) coverage Bank Mandiri mencapai 326%. Sementara, posisi pencadangan kredit berisiko atau loan at risk (LaR) coverage berada di level 45,3% per Desember 2023.

Seiring dengan akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 mencatatkan penyusutan nilai kredit yang direstrukturisasi. Per Desember 2023, total kredit restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp26 triliun, susut dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp50,7 triliun. 

Sebelum berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19, Mandiri pun telah menjaga kualitas asetnya. Tercatat, NPL perseroan berada di level 1,19% dan LaR berada di level 8,62% pada 2023, angka ini lebih rendah dibanding saat pandemi yang LaR perseroan mencapai 9,11% pada 2019. 

PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) juga melaporkan akan ada perbaikan LAR tahun ini. Bahkan, pihaknya menargetkan LaR akan turun di kisaran 6% hingga 6,2% dari level 6,9% per akhir Desember 2023.

“Pada saat Covid-19 bank itu kan dapat relaksasi kredit, OJK memperbolehkan bank merestrukturisasi kredit selama masa Covid-19, kreditnya ngga di-downgrade ke NPL jadi masuk ke klasifikasi lancar,” ujar Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim beberapa waktu lalu.

Tercatat, pencadangan atas kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) coverage BCA mencapai 234,1%. Sementara, posisi pencadangan kredit berisiko atau loan at risk (LaR) coverage berada di level 69,7% per Desember 2023.

Seiring dengan akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 mencatatkan penyusutan nilai kredit yang direstrukturisasi. Per Desember 2023, total kredit restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp26 triliun, susut dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp50,7 triliun. 

“Angka pencadangan LaR kita paling tinggi di industri perbankan Tanah Air,” imbuhnya.

Meski demikian, dia menyebut kenaikan NPL perseroan dari 1,7% pada 2022 menjadi 1,9% 2023 adalah suatu yang normal 

“Karena beberapa debitur itu kadang kita downgrade agar penyelesaian kredit lebih baik juga,” ucap Vera. 

Data OJK

Sebagaimana diketahui, Otoritas Jasa Keuangan segera menghentikan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada bulan ini atau Maret 2024. Seiring dengan itu, nilai kredit restrukturisasi Covid-19 di perbankan melandai, sedangkan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan) merangkak naik. 

Berdasarkan data OJK, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi sebesar Rp251,21 triliun per Januari 2024, dibandingkan Desember Rp265,78 triliun atau turun Rp14,57 triliun.

Adapun, dari sisi kualitas kredit, NPL net berada di level 0,79% pada Januari 2024, dari bulan sebelumnya yaitu Desember 2023 0,71%. Lalu, NPL gross berada di level 2,35% pada Januari 2024, dari sebelumnya 2,19% 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024 tidak akan berdampak signifikan ke sektor perbankan. 

"Tidak akan ada gangguan, karena dalam kondisi terberat sekalipun, seperti kredit macet itu sudah bisa di-cover oleh CKPN [cadangan kerugian penurunan nilai]," ujarnya. 

Dia mengatakan berdasarkan data OJK, rasio CKPN perbankan rata-rata berada di atas 56%. Bahkan, menurutnya banyak bank yang mencatatkan CKPN di atas 60%. 

"Jadi, tidak perlu dikhawatirkan dan tidak ada goncangan di perbankan," tutup Dian.

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper