Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI dan Bank of Thailand Diprediksi Kompak Pertahankan Suku Bunga Acuan

Bank Indonesia (BI) dan Bank of Thailand diprediksi akan mempertahankan suku bunga acuan pada pengumuman hari ini.
Pekerja melintas dekat logo Bank Indonesia di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pekerja melintas dekat logo Bank Indonesia di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Indonesia (Bank Indonesia/BI) dan Thailand (Bank of Thailand) diprediksi akan mempertahankan suku bunga acuannya pada pengumuman hari ini, Rabu (21/8/2024) karena mempertimbangkan ketidakpastian transisi politik sambil menunggu pelonggaran kebijakan The Federal Reserve dalam waktu dekat.

Mengutip Bloomberg, sebanyak 34 dari 36 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuannya pada 6,25% untuk pertemuan keempat berturut-turut. Sementara itu, dua orang memperkirakan penurunan sebesar 25 basis poin. 

Sementara itu, 23 dari 24 analis yang disurvei mengenai perkiraan tingkat one-day repurchase rate Bank of Thailand akan bertahan pada level 2,5%. Satu orang lainnya memperkirakan penurunan menjadi 2,25%.

Meskipun prospek Indonesia cerah, berkat penguatan rupiah dan berkurangnya kekhawatiran investor terhadap kebijakan fiskal Presiden terpilih Prabowo Subianto, BI kemungkinan akan memilih untuk menunggu lebih lama sebelum melakukan pelonggaran. 

Adapun, bank sentral Thailand mungkin menginginkan kejelasan lebih lanjut mengenai rencana pemimpin barunya Paetongtarn Shinawatra sebelum memotong biaya pinjaman.

“Kami memperkirakan kedua bank sentral akan tetap menahan suku bunga. Namun, BI bisa bersikap dovish dalam komentarnya dan membuka jalan bagi penurunan suku bunga pada bulan September," kata Euben Paracuelles, ekonom Nomura Holdings Inc. di Singapura.

Bank Indonesia mungkin akan mempertahankan suku bunga acuan untuk mencegah pelonggaran yang terburu-buru sehingga tidak mengganggu stabilitas mata uang. 

Gubernur BI, Perry Warjiyo, telah berulang kali memberi isyarat penurunan suku bunga akan segera terjadi. Namun, pada awal bulan ini dia menunjukkan kehati-hatian terhadap risiko eksternal, termasuk peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah AS yang dapat membalikkan aliran modal asing dan menekan mata uang lokal.

Mata uang rupiah telah menguat sekitar 5% terhadap dolar AS bulan ini di tengah prospek penurunan suku bunga kebijakan AS yang lebih kuat.

Indonesia yang menargetkan defisit fiskal yang moderat pada tahun 2025 memberikan kelonggaran lebih lanjut bagi investor. Obligasi negara mencatat arus masuk modal asing mencapai US$1 miliar pada bulan ini karena investor mengunci keuntungan sebelum biaya pinjaman turun.

Pranjul Bhandari, Kepala Ekonom India dan Indonesia di HSBC Holdings Plc mengatakan, hal yang lebih penting adalah prospek jangka menengah. Dia mengatakan, hal tersebut akan didorong oleh anggota kabinet utama dan kebijakan pemerintahan baru yang akan mengambil alih kekuasaan pada bulan Oktober. 

HSBC memperkirakan siklus pelonggaran BI akan dimulai pada kuartal keempat setelah The Fed melakukan penurunan suku bunga pertamanya.

Sementara itu, Analis Barclays Plc, Brian Tan menyebut, inflasi semakin melemah pada bulan lalu ke laju paling lambat dalam dua tahun terakhir, namun hal ini terutama didorong oleh pasokan. 

“Di sisi lain, neraca perdagangan secara mengejutkan menyempit tajam pada bulan Juli ke angka terkecil sejak Mei 2023, yang kemungkinan akan mendorong kehati-hatian yang lebih besar di BI terhadap penurunan suku bunga sebelum waktunya,” katanya.

Sementara itu, Bank of Thailand (BOT) diperkirakan tetap mempertahankan kebijakannya di tengah membaiknya prospek ekonomi dan kenaikan inflasi secara bertahap, sehingga membawanya mendekati batas bawah target 1%-3%.

Ketidakpastian seputar prioritas Perdana Menteri baru Thailand, Paetongtarn Shinawatra, juga menambah alasan bagi bank sentral untuk menunggu dan mengawasi.

Otoritas moneter telah mempertahankan suku bunga tetap stabil sejak kuartal keempat tahun 2023, meskipun ada seruan berulang kali dari pemimpin terguling Srettha Thavisin untuk melakukan pelonggaran lebih awal.

“Hanya ada sedikit dorongan bagi BOT untuk bertindak sekarang. Mereka juga menginginkan kejelasan lebih lanjut mengenai prioritas kebijakan pemerintah baru,” kata Krystal Tan, ekonom di Australia & New Zealand Banking Group Ltd.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper