Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Herman Savio

Treasury and Capital Market Head PT Bank Danamon Indonesia Tbk

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Melipatkgandakan Peran Perbankan dalam Perekonomian

Indonesia mencatat inflasi sebesar 0,16% month-on-month (MoM) pada Oktober 2024, setelah lima bulan deflasi.
Ilustrasi bank/shutterstock
Ilustrasi bank/shutterstock

Bisnis.com, JAKARTA -  Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis dua laporan yakni data inflasi pada 1 November 2024 dan angka pertumbuhan ekonomi kuartal III/2024 pada 5 November 2024.

Indonesia mencatat inflasi sebesar 0,16% month-on-month (MoM) pada Oktober 2024, setelah lima bulan deflasi. Meski demikian, inflasi Indonesia tercatat turun menjadi 1,7% year-on-year (YoY) pada Oktober 2024. Kondisi ini merupakan inflasi terendah sejak Oktober 2021.

Kenaikan inflasi ini salah satunya dipengaruhi oleh harga emas internasional yang lebih tinggi, bukan karena permintaan domestik yang kuat.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi kuartal III/2024 tercatat 4,95% YoY, lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2023 sebesar 4,94%.

Jika melihat data BPS tersebut, inflasi pada kuartal ketiga tahun ini tumbuh, meski tipis. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi lebih lambat dibandingkan dengan kuartal II/2024 yang masih di kisaran 5%.

Dari komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi, hanya tiga kelompok yang tumbuh, yakni pembentukan modal tetap bruto atau investasi, ekspor, dan impor. Sebaliknya, pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT), dan pengeluaran konsumsi pemerintah, mengalami kontraksi.

Khusus pengeluaran konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi terbesar, mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari kontribusi konsumsi domestik yang terus menurun menjadi 2,55% hingga kuartal III 2024 dibandingkan historikalnya yang berkontribusi sebesar 2,62%.

Ada beberapa faktor yang membuat laju ekonomi dalam negeri terbatas. Pertama, perlambatan konsumsi domestik yang dipengaruhi beberapa faktor seperti perlambatan ekonomi China sehingga menekan permintan hasil ekspor industri dan komoditas, serta pengaruh dari suku bunga yang tinggi secara global. 

Kedua, turunnya jumlah masyarakat kelas menengah yang menjadi penopang ekonomi melalui konsumsi belanja, dari 57,83 juta pada 2019 menjadi 47,58 juta pada 2024.

Jumlah kelas menengah yang berkurang tak lepas dari pengaruh inflasi yang mendorong kenaikan harga barang dan jasa. Sementara itu, kenaikan upah cenderung lebih lambat dari kenaikan harga barang dan jasa serta biaya hidup.

PERAN PERBANKAN

Perbankan punya peran besar untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, termasuk bank yang memiliki jangkauan lokal hingga global dengan solusi keuangan yang holistik dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, serta lembaga jasa keuangan seperti perusahaan pembiayaan.

Ruang menggenjot kredit oleh bank cukup terbuka dengan adanya penyesuaian kebijakan dari pemerintah dan regulator. Bank Indonesia mempertahankan BI Rate di level 6% dan memberi kelonggaran bagi sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan ekonomi hijau melalui pemberian insentif.

Sejak 1 Juni 2024, BI memberi insentif giro wajib minimum (GWM) kepada bank yang menyasar pembiayaan ke lapangan usaha otomotif, perdagangan, listrik, gas, utililitas air, dan memperpanjang kebijakan loan to value (LTV) hingga 31 Desember 2025.

Selain itu, pemerintah juga turut memberi insentif dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) hingga akhir 2024.

Semua insentif tersebut bertujuan meningkatkan konsumsi masyarakat, dan dapat dimanfaatkan perbankan untuk menggenjot pembiayaan konsumsi yang dalam kurun 5 tahun terakhir, rata-rata tumbuh 6%, jauh di bawah periode 2015—2019 yang rata-rata tumbuh 10,25%. 

Pada 2025, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 5,11%, sedikit lebih tinggi dibandingkan proyeksi 2024 sebesar 5,05%. Penurunan suku bunga dan pemulihan ekonomi China akan berdampak positif dan mendukung pertumbuhan yang lebih solid.

Seiring dengan pemulihan ekonomi global, permintaan terhadap produk ekspor dan komoditas Indonesia diharapkan meningkat sehingga dapat mendorong aktivitas domestik yang lebih tinggi.

Hal ini juga didukung oleh inflasi pada 2025 yang diperkirakan tetap terkendali di sekitar 2,51%. Inflasi yang stabil diharapkan mendorong kembali konsumsi rumah tangga. Sasaran inflasi ini juga menjadi acuan bagi perbankan meningkatkan performa pembiayaan konsumsi.

Agar peran perbankan dalam meningkatkan peran perekonomian melalui peningkatan kredit konsumsi lebih nyata, pelaku industri bank dapat memanfaatkan sektor-sektor andalan konsumsi, seperti kredit rumah, kendaraan, dan barang-barang kebutuhan rumah tangga lain dengan mengotimalkan kanal digital dan grup bisnis keuangan.

Selain itu, otoritas moneter dapat memberikan stimulus tambahan, misalnya perluasan insentif GWM yang menyasar industri berorientasi ekspor, padat karya, dan industri pencipta lapangan kerja.

Dengan insentif itu, peluang pertumbuhan kredit lebih terbuka. Bank juga dapat menyasar lapangan usaha yang secara profil risiko usaha cukup tinggi, tapi potensial untuk didanai, seperti perkebunan, pertanian, dan perikanan serta kelautan. Sektor-sektor ini tengah disiapkan pemerintah sebagai program penghiliran investasi strategis dengan nilai diperkirakan mencapai US$51,4 miliar.

Namun, pembiayaan ke sektor-sektor tersebut perlu memperhatikan kebijakan masing-masing bank dalam penyaluran kredit serta diperkuat dengan memanfaatkan credit scoring serta keterlibatan pihak ketiga seperti credit agency atau lembaga penjaminan untuk mengurangi sebagian risiko kredit.

Kebijakan bank sentral ke depan diharapkan lebih akomodatif untuk mendukung sektor usaha maupun perbankan yang menyalurkan kredit kepada sektor-sektor potensial dan diprioritaskan untuk mengangkat konsumsi domestik dengan dukungan proyeksi penurunan suku bunga yang lebih rendah pada 2025.

Dengan dukungan bank sentral serta kemudahan dari bank, diharapkan daya beli masyarakat meningkat dan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Peningkatan konsumsi domestik dapat memperkuat sektor-sektor terkait, mempercepat pemulihan, dan memperkokoh perekonomian Indonesia baik di tahun 2024 maupun 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Herman Savio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper