Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah bank menengah hingga jumbo terus aktif mencari sumber pendanaan demi mengelola likuiditas perseroan. Ragam cara ditempuh seperti promo meningkatkan tabungan ataupun sumber likuiditas alternatif lain.
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) misalnya, perseroan optimistis dapat menjaga pertumbuhan pendanaan dengan komposisi yang ideal, baik untuk DPK maupun non-DPK.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyatakan pada prinsipnya, mayoritas pendanaan yang dikelola BCA berasal dari dana pihak ketiga (DPK). Dia menyebut pihaknya memang memiliki pendanaan non-DPK, akan tetapi nilai komponen ini memiliki porsi kurang dari 1% .
“Total dana pihak ketiga (DPK) BCA per September 2024 tumbuh 3,4% YoY menjadi Rp1.125 triliun,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (3/12/2024).
Adapun, rasio CASA terhadap total DPK mencapai sekitar 82%, salah satu yang tertinggi di industri. Perseroan memproyeksikan DPK dan total pendanaan BCA tumbuh positif sepanjang 2024, selaras prospek pertumbuhan ekonomi nasional yang positif.
Sementara itu, Presiden Direktur SMBC Indonesia Henoch Munandar mengatakan di tengah dinamika suku bunga acuan, sebagai institusi keuangan, pihaknya senantiasa menyiapkan sumber-sumber pendanaan lain, salah satunya termasuk melalui penerbitan obligasi.
Baca Juga
“Saya rasa itu merupakan bagian dari skema pendanan berkelanjutan, saya rasa itu hal umum di industri perbankan. Kita juga mengantisipasi situasi yang menarik, seperti dinamika suku bunga,” ujarnya di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Adapun, berdasarkan keterbukaan informasi, PT Bank SMBC Indonesia berencana menerbitkan obligasi berkelanjutan V Tahap II dengan pokok sebesar Rp1,39 triliun. Bank yang dahulu bernama BTPN ini menargetkan penerbitan obligasi ini dapat menghimpun dana sebesar Rp3 triliun.
Dalam obligasi ini terbagi dalam dua seri yakni seri A yang ditawarkan sebesar Rp429,91 miliar dengan bunga obligasi sebesar 6,70% per tahun dan jangka waktu 3 tahun sejak tanggal emisi. Selanjutnya, seri B, yang ditawarkan sebesar Rp966,5 miliar degan bunga obl¬igasi sebesar 6,95% dan jangka waktu 5 tahun sejak tanggal emisi.
SMBC Indonesia berencana seluruh dana yang dihimpun dari hasil penawaran umum obligasi, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan dipergunakan untuk pertumbuhan usaha dalam bentuk pemberian kredit.
Berdasarkan prospektusnya, SMBC Indonesia menyatakan dengan memanfaatkan potensi pertumbuhan ekonomi dan kredit industri perbankan, Perseroan akan fokus untuk menumbuhkan penyaluran kredit dengan menetapkan risk apetite yang sejalan dengan tujuan yang diperlukan dan melalui value chain.
Selain itu perseroan juga terus menumbuhkan basis pelanggan ritel dengan mengoptimalkan saluran distribusi, serta kolaborasi lintas lini bisnis dan kemitraan strategis dengan ekosistem pasar.
“Perseroan juga melanjutkan strategi pertumbuhan CASA serta peningkatan fee based income antara lain melalui foreign exchange (forex), solusi digital dan wealth management melalui Jenius untuk nasabah retail, trade dan cash management untuk nasabah korporasi,” tulis manajemen yang dikutip pada (3/12/2024).
Perseroan juga mengakui tengah menghadapi persaingan dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan meningkatnya penerapan teknologi digital yang terus berkembang dalam industri perbankan baik dari perusahaan fintech, bank digital maupun bank konvensional dengan layanan perbankan digital serta persaingan dari bank-bank skala besar, sementara Perseroan terus berupaya untuk meningkatkan pangsa pasar.
“Pesaing terdekat Perseroan saat ini adalah bank-bank swasta nasional yang termasuk dalam kategori Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti [KBMI] 3,” lapor manajemen.
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo sempat mengatakan untuk menjaga likuiditas yang lebih baik, Sigit menuturkan Bank Mandiri dapat mengeksplor beberapa opsi seperti transaksi bilateral maupun penerbitan instrumen likuiditas jangka pendek maupun jangka panjang dengan tetap mempertimbangkan kondisi likuiditas bank, pasar, governance yang berlaku.
Dia mengungkapkan bahwa saat ini Bank Mandiri masih memiliki plafon untuk menerbitkan surat utang Valas, yakni Euro Medium Term Notes yang sudah dieksekusi pada 2019-2023. “Namun kami masih punya sisa plafon sebesar US$2,9 miliar miliar dari total sebesar US$4 miliar,” katanya.
Selain itu, untuk surat utang rupiah, Bank Mandiri pun masih memiliki plafon penerbitan obligasi berwawasan lingkungan berkelanjutan atau Green Bond I sebesar Rp5 triliun dari total plafon yang dimiliki sebesar Rp10 triliun.
Adapun, untuk saat ini dalam menjaga likuiditas hinga akhir tahun, Sigit menyebut perseroan masih akan fokus pada peningkatan CASA transaksional melalui strategi pertumbuhan yang berbasis ekosistem value chain.
Dia juga menuturkan sejauh ini Bank Mandiri memiliki kapabilitas yang kuat di dalam penyerapan likuiditas sebagaimana terlihat dari pertumbuhan DPK yang secara konsolidasi yang mencapai 14,9% secara year-on-year pada kuartal III/2024 2024, melampaui dua kali lipat pertumbuhan dari DPK industri yang hanya sebesar 7,04% secara YoY.
Aksi korporasi juga dilakukan oleh Bank BJB (BJBR). Bank pembangunan dari Jawa Barat itu telah menerbitkan surat utang abadi (perpetual bond) dan Sustainability Bond bank BJB dengan masing-masing senilai Rp2 triliun.
Berdasarkan Laporan Perkembangan Pasar Keuangan yang dirilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sumber dana non DPK tumbuh 6,09% secara tahunan (YoY) pada Oktober 2024, sejalan dengan strategi bank dalam mengelola kebutuhan likuiditas.
Sebagaimana diketahui, pendanaan non DPK perbankan bersumber dari Kewajiban Bank Lain, Surat Berharga Diterbitkan, & Pinjaman Diterima.
Dalam laporan ini, kenaikan terutama dikontribusi oleh peningkatan pinjaman diterima sebesar Rp61,85T triliun secara tahunan (YoY). Secara bulanan, penghimpunan dana non DPK tumbuh 2,84% MtM.
“Porsi pendanaan non DPK terhadap DPK tercatat sebesar 6,96% pada Oktober 2024,” tulis LPS dalam laporannya yang dikutip pada Selasa (3/12/2024).
LPS menjelaskan, sumber dana non DPK menjadi alternatif untuk mendukung penyaluran kredit selain sumber tradisional berupa DPK. Adapun, pemanfaatan pendanaan non DPK masih didominasi oleh bank skala menengah dan besar sebagai upaya diversifikasi dan memperbaiki struktur pendanaan jangka panjang.
Lebih lanjut, LPS memproyeksikan penghimpunan dana non-DPK diperkirakan terus meningkat seiring kebutuhan ekspansi kredit bank. Meskipun demikian, ketersediaan likuiditas perbankan masih relatif memadai dengan dukungan operasi moneter oleh bank sentral dan alokasi penempatan atas kepemilikan surat berharga.
Di sisi lain, selisih biaya dana (cost of fund), rencana penyaluran kredit, dan tingkat likuiditas yang memadai menjadi pertimbangan utama perbankan untuk meningkatkan penghimpunan sumber dana non-DPK secara signifikan.
“Selain itu, arah kebijakan pemangkasan suku bunga acuan ke depannya akan mempengaruhi minat dan waktu perbankan dalam mengakses sumber dana non-DPK,” lapor LPS.