Besarannya, risiko yang ditanggung pihak kreditur tersebut paling sedikit 25% dari nilai saldo kredit atau pembiayaan syariah pada waktu terjadi risiko yang ditanggung. Bagian risiko yang ditanggung kreditur ini wajib dicantumkan dalam polis asuransi.
"Klaim 85% ini perlu didetailkan apakah murni dari asuransi kredit, karena selama ini praktiknya ada gabungan risiko PA [personal accident] dan ND [meninggal dunia alami/sakit/bukan karena kecelakaan]," kata Wahyudin.
Sementara itu, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim menilai implementasi POJK 20/2023 dapat menekan klaim asuransi kredit yang saat ini dalam tren meningkat.
Hingga kuartal III/2024, terjadi lonjakan klaim asuransi kredit sebesar 44,2% year on year (yoy) menjadi Rp10,48 triliun. Lonjakan itu membuat rasio klaimnya meningkat menjadi 85,5% terhadap premi asuransi kredit yang didapat sebesar Rp12,26 triliun pada periode tersebut.
"Dengan adanya POJK ini diharapkan klaim rasio untuk produk asuransi kredit akan membaik karena adanya penegasan manfaat apa saja yang dapat di-cover oleh perusahaan asuransi umum, dan adanya bagian risiko yang harus ditanggung oleh kreditur," kata Abitani.