Bisnis.com, JAKARTA — Ribuan mesin ATM milik perbankan Indonesia telah tutup pada tahun lalu. Bagaimana kondisinya di bank jumbo seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI)?
Berdasarkan data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah mesin ATM, CDM, dan CRM di Indonesia sampai kuartal III/2024 di Indonesia mencapai 91.173 unit, menyusut dibandingkan dengan 92.829 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya. Artinya, terdapat 1.656 unit ATM yang telah tutup dalam setahun.
Mengacu data Bank Indonesia (BI), transaksi di ATM pun telah mengalami penurunan. Tercatat, nilai transaksi ATM pada November 2024 mencapai Rp536,8 triliun, turun 14,52% secara tahunan (year on year/yoy), dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp628,02 triliun.
Penyusutan jumlah mesin ATM terjadi pula di salah satu bank jumbo Tanah Air, BNI. Per Desember 2024, jumlah ATM di BBNI mencapai 13.388 unit, menurun dua unit ATM atau dari 13.390 unit per Desember 2023. Sementara itu, jumlah ATM BNI telah susut 2.737 unit dalam dua tahun terakhir atau dari 16.125 unit pada Desember 2022.
Transaksi ATM di BNI pun telah menyusut. Tercatat, volume transaksi ATM di BNI mencapai 912 juta transaksi per Desember 2024, turun 23,2% yoy. Lalu, nilai transaksi ATM di BNI mencapai Rp630 triliun, turun 0,2% yoy.
Menurunnya jumlah ATM serta transaksi ATM terjadi seiring dengan transaksi digital yang kian melesat. BI mencatat volume pembayaran digital mencapai 34,5 miliar transaksi pada 2024, tumbuh 36,1% yoy.
Baca Juga
Volume transaksi pada aplikasi mobile tumbuh sebesar 39,1% yoy, demikian pula volume transaksi pada internet yang tumbuh sebesar 4,4% yoy pada 2024. Di samping itu, volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS tumbuh pesat sebesar 175,2% yoy pada 2024.
Di BNI pun geliat pengembangan transaksi digital dijalankan. BNI telah meluncurkan platform mobile banking baru wondr by BNI pada Juli 2024 dan telah meraup jumlah pengguna 5,3 juta hingga akhir Desember 2024. Adapun transaksi perbankan melalui wondr by BNI selama kurang dari enam bulan sejak diluncurkan mencapai Rp191 triliun dengan 195 juta transaksi.
"Fokus pada transformasi digital yang kami lakukan sepanjang 2024 pun memberikan kontribusi positif terhadap kinerja BNI secara keseluruhan," kata Wakil Direktur Utama BNI Putrama Wahju Setyawan dalam keterangan tertulisnya pada beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, kondisi berbeda didapati di bank jumbo lainnya, yakni BCA. Bank jumbo swasta ini justru mencatatkan penambahan jumlah ATM pada 2024.
Jumlah ATM BCA per Desember 2024 mencapai 19.543 unit, bertambah 496 unit dalam setahun atau dibandingkan 19.047 unit pada Desember 2023. Penambahan ATM BCA dalam dua tahun mencapai 1.275 dibandingkan dengan 18.268 unit ATM pada Desember 2022.
Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan dari tahun ke tahun, BCA memang telah memperkuat komposisi ATM setor tarik (cash recycling machine/CRM) di jaringan ATM BCA. Adanya ATM setor tarik memungkinkan nasabah melakukan penarikan dan penyetoran tunai selama 24 jam.
"BCA melihat kehadiran mesin ATM masih berperan penting dan menjadi pilihan masyarakat dalam melakukan transaksi perbankan," ujar Hera kepada Bisnis.
Meski begitu, BCA tetap bergeliat mengembangkan transaksi digitalnya. Volume transaksi mobile banking dan internet banking di BCA mencapai 31,6 miliar per Desember 2024, tumbuh 24% yoy.
Sebelumnya, ekonom Poltak Hotradero menyebut penurunan jumlah ATM di industri perbankan terjadi karena ATM kerap menjadi beban bagi perbankan hingga menyumbang peningkatan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Makin tinggi rasio BOPO menunjukkan tingkat efisiensi operasional usaha yang makin rendah.
"Ya penurunan ATM ini sudah jadi kecenderungan global [karena biaya pemeliharaan, asuransi hingga sewanya mahal]. Misal China itu ATM turun 150.000 hingga 200.000 per tahun. Ke depan pembayaran digital makin disukai,” ujarnya kepada Bisnis.
Dia juga menuturkan bahwa peralihan pembayaran ke metode digital membuat penggunaan uang kartal berkurang dan kondisi ini didukung oleh bank sentral dunia.
“Karena cash handling itu mahal,” imbuhnya.
Poltak juga menuturkan kala transaksi menggunakan QRIS kian masif di kalangan masyarakat, hal itu akan membuat penggunaan ATM makin tidak relevan.