Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatatkan defisit sebesar Rp7,14 triliun sepanjang 2024. Kondisi ini pertamakali terjadi sejak terakhir 2019. Pasalnya pada 2020 dilakukan kenaikan iuran sehingga badan kesehatan publik itu surplus Rp18,7 triliun, naik menjadi Rp44,45 triliun tahun berikutnya. Sedangkan pada 2023, setelah pandemi Covid-19 berakhir, surplus menyusut tinggal Rp157,22 miliar.
Dalam laporan keuangan yang diterbitkan hari ini, Jumat (7/4/2025), tekor keuangan BPJS Kesehatan disebabkan oleh melonjaknya beban jaminan kesehatan hingga beban operasional BPJS Kesehatan.
Tercatat, pos beban jaminan kesehatan naik menjadi Rp174,9 triliun. Padahal, pada tahun sebelumnya BPJS Kesehatan membayar klaim dan kapitasi ke fasilitas kesehatan sebesar Rp158,85 triliun atau melonjak 10,13%. Pada saat yang sama, beban operasional BPJS Kesehatan juga melonjak dari Rp4,32 triliun menjadi Rp5,77 triliun atau naik 33,56%.
Saat total beban melonjak dari Rp158,96 triliun menjadi Rp178,85 triliun, BPJS Kesehatan sejatinya mengalami kenaikan pendapatan iuran dari Rp151,69 triliun menjadi Rp165,34 triliun.
Sedangkan pendapatan investasi turun dari Rp5,7 triliun menjadi Rp5,3 triliun. Silpa kapitasi dan pendapatan lain juga turun. Capaian ini membuat Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang digunakan untuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial pada 2024 terkumpul Rp171 triliun, di bawah total pengeluaran.
Kondisi defisit ini berdampak pada aset DJS yang juga turun dari Rp94,27 triliun menjadi Rp82,4 triliun atau turun 12,59%. Penurunan ini terutama disebabkan oleh turunnya kas dan setara kas dari Rp52,27 triliun menjadi Rp32,42 triliun.
Baca Juga
Saat kas turun, BPJS Kesehatan mengalami kenaikan investasi dari Rp35,68 triliun menjadi Rp42,51 triliun. Adapun piutang iuran mencapai Rp5,94 triliun dan piutang hasil investasi Rp919,82 miliar.
Sementara itu, kewajiban BPJS Kesehatan ke rumah sakit hingga puskesmas turun menjadi Rp1,74 triliun. BPJS Kesehatan juga menurunkan cadangan teknis dari Rp37,61 triliun menjadi Rp32,88 triliun.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut terjadi penurunan aset neto dan belanja, bahkan ke depan akan makin membesar.
"Tahun ini RKAT pengeluaran lebih dari Rp200 triliun," katanya kepada Bisnis.
Ghufron yang juga guru besar di Universitas Gadjah Mada itu menyebut sejumlah skenario menahan defisit juga terus dilakukan.
"Jadi meski kondisi asset netto BPJS Kesehatan saat ini sehat, tetapi jumlahnya turun sehingga memerlukan intervensi yang sesuai," katanya.