Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengungkap lini bisnis utama dalam asuransi umum seperti asuransi properti, kendaraan, dan kredit tetap mengalami pertumbuhan pada awal tahun ini.
Meski demikian, berdasarkan data OJK, premi asuransi umum dan reasuransi mengalami kontraksi sebesar 17,40% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp15,62 triliun.
Ketua Umum AAUI Budi Herawan mengatakan pihaknya juga mencatat adanya penurunan premi, meskipun tidak sebesar yang dilaporkan OJK.
“Kami juga mencatatkan penurunan [pada Januari 2025], tetapi penurunannya tidak sebesar itu [OJK]. Kayaknya sih karena pencatatan di OJK berbeda, ada premi jangka panjang yang dilaporkan tahun lalu sehingga Januari tahun ini tercatat lebih rendah,” ujar Budi saat ditemui usai konferensi pers kinerja asuransi umum dan reasuransi pada Rabu (5/3/2025).
Berdasarkan data AAUI, perolehan premi terbesar pada 2024 berasal dari lini bisnis asuransi properti, yang mencapai Rp30,36 triliun, meningkat 14,7% YoY dari Rp26,48 triliun pada 2023.
Sementara itu, premi asuransi kendaraan tercatat sebesar Rp20,14 triliun pada 2024, tumbuh 3,3% dibandingkan Rp19,49 triliun pada 2023. Di sisi lain, asuransi kredit mengalami penurunan. Premi yang dicatat sepanjang 2024 sebesar Rp21,66 triliun, turun 3,4% YoY dari Rp22,33 triliun pada 2023.
Baca Juga
Secara keseluruhan, premi dicatat industri asuransi umum mencapai sebanyak Rp112,86 triliun pada 2024. Angka tersebut meningkat sebanyak 8,7% apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023.
Meskipun menghadapi penurunan premi, Budi tetap optimistis terhadap kinerja industri asuransi umum pada 2025. Dia menilai pertumbuhan diperoleh namun tidak mencapai double digit. Dia menilai banyak tantangan yang dihadapi industri asuransi, termasuk menurunnya aktivitas ekspor.
“Jadi memang harus mencari terobosan tahun ini, seperti yang tadi saya bilang dari asuransi mikro, lalu cyber,” ujarnya.
Selain itu, dia juga menyoroti potensi penundaan implementasi asuransi wajib Third Party Liability (TPL), yang sebelumnya direncanakan untuk diterapkan dalam waktu dekat.
“Kemungkinan dipending juga karena kondisinya berat, termasuk efisiensi. Saya harap tidak ada layoff. Kalau terjadi layoff, semua ekosistem akan terganggu,” kata Budi.
Sementara itu, kinerja asuransi jiwa menunjukkan tren yang berlawanan dengan asuransi umum. Premi asuransi jiwa tercatat mengalami kenaikan sebesar 10,39% YoY menjadi Rp19,4 triliun pada Januari 2025.
Secara keseluruhan, total pendapatan premi asuransi komersial pada periode tersebut turun 4,10% YoY menjadi Rp34,76 triliun.
Meski demikian, tingkat kesehatan finansial industri asuransi masih terjaga. Hal ini terlihat dari rasio Risk-Based Capital (RBC) yang tetap berada di atas ambang batas minimum yang ditetapkan OJK, yaitu 120%. Untuk asuransi jiwa, RBC tercatat sebesar 448,18%, sedangkan asuransi umum dan reasuransi memiliki RBC sebesar 317,77%.