Bisnis.com, JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mentransformasi standar polis asuransi agar konsumen tidak dirugikan.
Tulus Abadi, Ketua YLKI, menjabarkan bahwa dalam 10 tahun terakhir, pengaduan konsumen yang diterima YLKI didominasi oleh pengaduan lembaga jasa keuangan, termasuk asuransi.
"Kalau normatif mengacu UU Perlindungan Konsumen dan praktik empirik di asuransi, tadi sudah banyak disebut, soal kontrak standar yang harusnya distandarkan. Salah satu kuncinya, konsumen kita banyak keluhan, banyak pengaduan karena terjerembak kontrak standar yang di situ ada klausul baku, klausul baku yang notabene suatu klausul yang tidak seimbang. Di satu sisi menguntungkan pihak pengusaha, dan di sisi lain mendekradasi hak konsumen yang menjadi sengketa di kemudian hari," kata Tulus dalam agenda Bisnis Indonesia Forum, Rabu (5/2/2025).
Tulus menjelaskan, YLKI pernah melakukan survei terhadap 17 polis asuransi yang ada di Indonesia. Dari survei tersebut, YLKI menemukan adanya pelanggaran dalam kontrak polis asuransi.
"YLKI pernah survei tentang polis-polis asuransi di Indonesia. Dari 17 polis yang kami teliti, semuanya melanggar praktik klausul baku, dalam arti yang dilarang dalam UU Konsumen. Itu jadi persoalan. Makanya sebelum pandemi ada kasus direksi perusahaan asuransi jadi tersangka oleh polisi karena di situ mempraktikkan klausul baku. Waktu itu direksi asuransi ternama semua jadi tersangka," tegas Tulus.
Masalah konsumen asuransi yang dirugikan ini, menurutnya, juga diperparah dengan tingkat literasi yang masih rendah. Menurutnya, banyak nasabah asuransi di Indonesia yang tidak paham tentang ketentuan di dalam polis asuransi, bahkan mereka yang membacanya belum tentu paham semua isinya.
Baca Juga
"Kalau di luar negeri, konsumen didampingi saat tanda tangan, khususnya untuk kelas menengah bawah atau yang tidak well-informed, didampingi pengacara negara atau pihak lain yang mengerti sehingga tidak terjadi sengketa di kemudian hari," jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, Tulus berharap OJK melakukan standardisasi polis baru. Hal ini juga menjadi momentum dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat.
"OJK melakukan transformasi perjanjian standar yang distandarkan oleh OJK agar tidak ada upaya industri asuransi menyelundupkan pasal tertentu dalam kontrak standar itu," pungkasnya.