Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa sampai dengan Februari 2025, lini usaha penyumbang pendapatan premi di industri asuransi jiwa yang mengalami lonjakan paling besar adalah premi dari produk asuransi kesehatan.
Hal tersebut sejalan dengan catatan OJK bahwa di tahun ini beberapa perusahaan asuransi melakukan penyesuaian harga premi asuransi kesehatan mereka sebagai respons dari adanya inflasi medis.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono menjabarkan per Februari 2025 premi asuransi jiwa tercatat sebesar Rp32,35 triliun, tumbuh 5,1% year on year (YoY).
Ogi merinci, lini usaha asuransi jiwa yang menyumbang pendapatan premi terbesar adalah produk endowment dengan kontribusi preminya mencapai 30,7% dari total premi. Sementara itu, pendapatan premi dari produk asuransi kesehatan tercatat sebesar Rp7,83 triliun atau berkontribusi atas 24,2% dari total premi asuransi jiwa.
"Secara year on year, peningkatan lini usaha terbesar adalah asuransi kesehatan dengan kenaikan 55,7% YoY, diikuti dengan asuransi kematian jangka warsa," kata Ogi dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Maret 2025, dikutip Minggu (13/4/2025).
Ogi menambahkan, dalam menghadapi tantangan inflasi medis asuransi kesehatan swasta tidak dapat berdiri sendiri. OJK menilai perlu ada kolaborasi di dalam ekosistem asuransi kesehatan baik itu dari kementerian lembaga terkait, Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, hingga para pelaku usaha di sektor kesehatan seperti rumah sakit, dokter, farmasi hingga perusahaan-perusahaan asuransi.
Baca Juga
Inflasi medis tersebut mengakibatkan klaim asuransi kesehatan melonjak bahkan sempat melebihi rasio 100%, yang artinya perusahaan asuransi membayar klaim kesehatan lebih besar dari premi asuransi kesehatan yang didapatkan.
Ogi mengatakan di tahun ini perusahaan asuransi juga melakukan penyesuaian harga premi produk asuransi kesehatan mereka, merespons adanya inflasi medis yang terjadi.
"Di 2025 memang terjadi penurunan klaim rasio karena beberapa perusahaan asuransi melakukan repricing premi yang dibebankan kepada pemegang polis karena memang saat ini medical inflation di Indonesia relatif sangat tinggi. Pada tahun 2024 tercatat 10,1% medical inflation, sementara kita tahu inflasi umum sekitar 3%," ujarnya.
Inflasi medis yang terjadi di Indonesia tersebut menurut catatannya bahkan lebih tinggi dibanding inflasi medis dunia yang hanya di kisaran 6,5%.
"Jadi di Indonesia ada isu terkait dengan peningkatan biaya kesehatan, meningkat 10,1% di tahun 2024. Ini jadi PR bersama untuk kita melakukan perbaikan-perbaikan untuk kesehatan di Indonesia," tegasnya.
Adapun premi asuransi kesehatan pada asuransi umum juga menjadi salah satu kontributor utama pendapatan premi industri per Februari 2025. Pada periode tersebut, premi asuransi umum dan reasuransi mengalami kontraksi 7,1% YoY menjadi Rp27,91 triliun.
"Untuk asuransi umum kontributor utamanya adalah asuransi harta benda atau properti, diikuti kendaraan bermotor, produk kesehatan asuransi umum," pungkasnya.