Bisnis.com, JAKARTA – Utang luar negeri pemerintah kuartal I/2025 tercatat menyentuh US$206,9 miliar atau setara Rp3.427,5 triliun dengan asumsi kurs JISDOR akhir Maret 2025 senilai Rp16.566 per dolar AS.
Posisi utang luar negeri (ULN) pemerintah tersebut terpantau mendekati level tertinggi sejak akhir 2021, yakni pada September 2024 pada level US$141,35 miliar. Namun dalam rupiah, posisi kuartal I/2025 ini menjadi yang tertinggi.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menyampaikan angka tersebut tumbuh sebesar 7,6% YoY, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan 3,3% pada kuartal IV/2024.
“Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara [SBN] internasional,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (15/5/2025).
Utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral, multilateral, komersial, supplier dan Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan di luar negeri dan dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk. SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
SUN terdiri dari Obligasi Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan. SBSN terdiri dari SBSN jangka panjang (Ijarah Fixed Rate / IFR) dan Global Sukuk.
Baca Juga
Lebih lanjut, Denny menyampaikan bahwa terus masuknya investor asing ke pasar SBN seiring dengan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang makin tinggi.
Menurut jenisnya, utang pemerintah terbesar berasal dari SBN internasional yang dimililki bukan penduduk alias investor asing yang mencapai US$87,4 miliar, setidaknya sejak data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) tersedia pada 2013, ini menjadi level tertinggi.
Kemudian diikuti pinjaman, baik bilateral, komersial, dan multilateral, yang totalnya mencapai US$65,64 miliar. Lalu, penarikan utang melalui penerbitan SBN domestik, khusus yang dimiliki bukan penduduk, mencapai US$53,84 miliar.
Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan ULN.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial yang mencakaup US$46,4 miliar atau Rp768,71 triliun (22,4% dari total ULN pemerintah).
Kemudian, ULN yang pemerintah tarik juga mengalir cukup deras ke sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib US$38,26 miliar (18,5%), Jasa Pendidikan US$34,2 miliar (16,5%); Konstruksi US$24,8 miliar (12,0%), serta Transportasi dan Pergudangan US$17,91 miliar (8,7%).
Meski mengalami kenaikan, Denny menyampaikan bahwa posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah.