Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Forum Buruh Tolak KRIS BPJS Kesehatan, DJSN Respons Begini

DJSN mengatakan pihaknya menerima masukan atas penolakan KRIS sebagai bagian dari amanah undang-undang.
Ilustrasi pasien di rumah sakit. Dok ANTARAFOTO
Ilustrasi pasien di rumah sakit. Dok ANTARAFOTO

Bisnis.com, JAKARTA — Forum Jaminan Sosial (Jamsos) pekerja dan buruh menyatakan penolakan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024. Penolakan ini disampaikan dalam kegiatan Forum Jaminan Sosial, pada Rabu (21/5/2025) di Jakarta. 

Ketua DJSN Nunung Nuryartono mengatakan pihaknya menerima masukan tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab lembaga yang diberi amanah oleh undang-undang untuk terus meningkatkan mutu layanan dan sistem perlindungan sosial, khususnya jaminan sosial.

“Ada hal-hal pokok yang disampaikan oleh teman-teman dari Forum Jamsos, melihat perkembangan yang ada saat ini, terutama juga secara resmi sudah menyampaikan kepada kami yang intinya melakukan penolakan terhadap Perpres Nomor 59 Tahun 2024 yang isinya khusus pada Pasal 46 ayat 7 tentang pelaksanaan KRIS,” kata Nunung. 

Dia menyebut bahwa keputusan final terkait penerapan KRIS belum dapat dipastikan. Namun, DJSN berharap proses evaluasi bisa rampung sebelum 1 Juli 2025. Pihaknya juga akan turut menyampaikan aspirasi dari forum buruh kepada pemerintah.

“Kami belum bisa memastikan, kami berusaha,” katanya. 

Di sisi lain, Koordinator Forum Jamsos Jusuf Rizal menegaskan bahwa KRIS bertentangan dengan prinsip keadilan dan gotong royong dalam sistem jaminan sosial. Dia meminta Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut dan lebih fokus pada perlindungan dana jaminan sosial.

“Kami menolak gagasan KRIS ini. Satu ruang perawatan bertentangan dengan prinsip keadilan dan gotong royong. Kedua, kami minta kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, agar mengkaji ulang berbagai kebijakan yang menyangkut jaminan sosial,” kata Jusuf.

Jusuf menyoroti potensi membengkaknya beban biaya yang harus ditanggung BPJS Kesehatan. Dia menilai, jika anggaran berkurang, maka sebaiknya pemerintah lebih fokus mengamankan dana BPJS Kesehatan agar tetap mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Saat ditanya mengenai kemungkinan tetap diberlakukannya kebijakan tersebut, Jusuf menegaskan bahwa pihaknya siap turun ke lapangan untuk menolak.

Senada dengan itu, Ketua Institute Hubungan Industrial Indonesia Saepul Tavip menilai kebijakan KRIS lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya, terutama bagi pekerja kelas 1 dan 2 yang berpotensi mengalami penurunan kualitas layanan.

“Ini menurut hemat kami dari kalangan serikat pekerja dan buruh, itu lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Dan implikasinya luar biasa terhadap kalangan buruh yang selama ini berada di kelas 1 dan kelas 2. Kalau disamaratakan nanti, itu akan mengalami downgrade,” kata Tavip.

Dia menambahkan, jika pemerintah ingin meningkatkan kualitas layanan, maka yang seharusnya dilakukan adalah memperbaiki layanan yang masih kurang, bukan menyamaratakan layanan ke bawah.

“Kalau pemerintah berniat upgrade ruang rawat inap, ya harusnya memperbaiki yang lemah itu, yang kurang itu diperbaiki, di-upgrade. Jangan yang sudah baik mengalami downgrade. Itu yang kami tolak,” ujarnya.

Saat ini, pembahasan mengenai implementasi KRIS masih berjalan di tingkat pokja yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Para buruh berharap, hasil pembahasan tersebut bisa mengakomodasi kepentingan mereka dan menghasilkan kebijakan yang adil.

Sistem kelas rawat inap di BPJS Kesehatan akan berubah menjadi sistem KRIS pada awal Juli 2025. Artinya, kelas 1, 2, dan 3 akan digantikan dengan sistem standar yang sama untuk semua peserta. Dalam penerapan KRIS, satu ruangan hanya boleh diisi maksimal empat tempat tidur.

Selain itu, berdasarkan Pasal 46A Perpres Nomor 59 Tahun 2024, kriteria fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS terdiri atas komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, nakas per tempat tidur, temperatur ruangan, ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi, kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, tirai/partisi antar tempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap, kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas, dan outlet oksigen.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper