Bisnis.com, JAKARTA – Rasio klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan per Desember 2024 tercatat sebesar 105,9%. Per April 2025, rasio klaimnya membesar menjadi 106,6%. Itu artinya, gap antara pendapatan BPJS Kesehatan dengan jumlah klaim dibayar semakin lebar.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan bahwa sebesar 95% komponen dari pendapatan BPJS Kesehatan datang dari iuran. Sisanya, pendapatan BPJS Kesehatan didapat dari hasil investasi hingga kontribusi atas pajak rokok.
Dengan kondisi di mana tidak ada kenaikan iuran sejak 2020, Timboel menilai pendapatan lainnya yang bersumber dari pajak rokok seharusnya bisa lebih dioptimalkan untuk memperkecil rasio klaim JKN yang terus membesar.
"Cuma masalahnya, pemerintah, Kementerian Keuangan tidak mau mematuhi aturan itu. Dia malah mengkaitkan itu dengan Universal Health Coverage (UHC). Pemerintah daerah yang sudah UHC, dia malah nilai pajak rokoknya rendah," kata Timboel kepada Bisnis, dikutip Senin (2/6/2025).
Adapun regulasi pajak rokok untuk pendapatan program JKN diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Pasal 99 dijelaskan bahwa pemerintah daerah waijb mendukung penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan melalui kontribusi pajak rokok.
Selanjutnya dalam Pasal 100, diatur bahwa besaran kontribusi pajak rokok tersebut ditetapkan sebesar 75% dari 50% realisasi penerimaan pajak rokok. Kontribusi tersebut langsung dipotong untuk dipindahbukukan ke dalam rekening BPJS Kesehatan.
Baca Juga
Dari angka tersebut, Timboel menghitung presentase pendapatan dari pajak rokok yang masuk ke BPJS Kesehatan sebesar 3,75%. Dengan asumsi perhitungan pendapatan cukai rokok sebesar Rp200 triliun pada 2024, Timboel menghitung pendapatan BPJS Kesehatan dari pajak rokok sebenarnya bisa mencapai Rp7 triliun per tahun.
"Cukai rokok kita sekarang misalnya berapa, Rp200 triliun. Itu sebenarnya bisa mendapatkan pendapatan dari pajak rokok Rp6 triliun sampai Rp7 triliun per tahun, tapi kan sekarang hanya Rp1 trilun, Rp1,5 triliun, pernah tidak dapat dan sebagainya," ujarnya.
Timboel mencatat pada 2024 pendapatan iuran yang didapat BPJS Kesehatan mencapai Rp163 triliun sementara klaim yang dibayar mencapai Rp175 triliun. Timboel mengatakan meskipun potensi pendapatan dari pajak rokok jauh lebih kecil dari iuran, tetapi pendapatan dari pajak rokok akan sangat membantu BPJS Kesehatan memastikan ketahanan dana kelolaan DJS Kesehatan.
Selain melalui pajak rokok, Timboel mengusulkan pendapatan BPJS Kesehatan juga bisa bersumber dari kontribusi cukai dari produk yang mengandung Gula, Garam, Lemak (GGL). Pengenaan cukai atas produk GGL ini sendiri masih dalam tahap pembahasan pemerintah.
"Sebenarnya cukai rokok yang dikasih itu ditambah saja tidak 3,75%, naikkan saja menjadi 5%, 5% berikan ke BPJS. Kedua, terapkan cukai GGL, misalnya minuman minuman berpemanis, dikasih cukai saja," tandasnya.