Bisnis.com, JAKARTA — Mayoritas ekonom meyakini Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,5% pada pengumuman hasil RDG hari ini, Rabu (18/6/2025), di tengah meningkatnya tensi perang Israel dan Iran.
Mengacu konsensus ekonom yang Bloomberg himpun, Selasa (17/6/2025), sebanyak 26 dari 33 ekonom mengestimasikan Bank Indonesia (BI) menahan BI Rate. Sementara ekonom sisanya melihat adanya ruang penurunan.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual, salah satu ekonom yang termasuk dalam konsensus, melihat tak akan berubahnya posisi BI Rate sejalan dengan pemantauan bank sentral terhadap kondisi geopolitik.
“Proyeksi akan ditahan dahulu terutama terkait meningkatnya tensi geopolitik dan perkembangan harga minyak,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025).
Senada, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Andry Asmoro memandang penahanan suku bunga akan dilakukan selagi memantau dampak pemangkasan di bulan sebelumnya.
“BI masih akan assess terus dampak pemangkasan BI Rate bulan lalu ke transmisi suku bunga kredit dan market,” tuturnnya.
Baca Juga
Pada tahun ini, Bank Indonesia telah melakukan dua kali pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) dari 6% menjadi 5,5%, masing-masing 25 bps pada Januari dan Mei lalu.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan bahwa berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 20—21 Mei 2025, bank sentral menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,50%.
Perry mengatakan keputusan suku bunga ini konsisten dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang rendah, serta tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1%.
Keputusan tersebut juga sebagai upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Bahkan BI mengeluarkan kebijakan Peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari maksimum 30% menjadi 35% dari modal bank untuk meningkatkan pendanaan bank sehingga penyaluran kredit dapat meningkat sehingga ekonomi semakin bergerak.
Setidaknya dengan tiga alasan tersebut lah bank sentral melakukan pemangkasan pada bulan lalu—tidak jauh berbeda dengan kondisi saat ini, di mana inflasi rendah, ekonomi perlu didorong, dan rupiah menguat.
Untuk itu, sebanyak sembilan dari 33 ekonom yang Bloomberg himpun melihat adanya ruang penurunan sekalipun terjadi pecah perang antara Israel dan Iran.
Ada Ruang Penurunan Suku Bunga
Kepala Ekonom Citigroup Indonesia Helmi Arman yang menjadi satu dari sembilan orang tersebut melihat penurunan diperlukan sejalan dengan risiko inflasi sangat terkendali sementara pertumbuhan kredit sepertinya mash melambat memasuki kuartal II/2025.
Selain itu, Helmi memandang keseimbangan di pasar valuta asing (valas) juga membaik paska diperketanya kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) beberapa waktu lalu.
“Sehingga dalam menjaga nilai tukar, BI tidak terlalu ketat lagi menjaga diferensial suku bunga dengan AS,” tuturnya kepada Bisnis.
Satu suara dengan Helmi, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian justru melihat pemangkasan sebesar 25 bps dapat dilakukan sekalipun ada perang yang terjadi. Dirinya melihat sentimen tensi Israel-Iran hanya akan terjadi sementara.
“Saya melihat BI dapat potong 25 bps pada pertemuan minggu ini. Mengingat negara lain seperti India sudah duluan potong 50 bps pada pekan ini,” jelasnya.
Terlebih, dengan prospek yang ada sekarang seperti rendahnya inflasi dan terkendalinya rupiah membuka ruang pemotongan suku bunga yang menjadi acuan suku bunga kredit maupun simpanan.
Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia akan diumumkan hari ini, Rabu (17/6/2025) mulai pukul 14.00 WIB.