Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menyiapkan sejumlah strategi untuk menjaga profitabilitas yang berkelanjutan di tengah menurunnya tingkat margin bunga bersih (net interest margin/NIM) industri perbankan.
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo menjelaskan bahwa strategi itu mencakup peningkatan efisiensi biaya dana (cost of fund), optimalisasi dana murah (CASA), serta mendorong pertumbuhan bisnis berbasis ekosistem dan digitalisasi.
“Selain itu, kami juga tetap fokus meningkatkan pertumbuhan bisnis dengan pricing yang kompetitif dan menjaga kualitas aset. Dengan demikian, yield dari penyaluran kredit dapat tetap optimal,” kata Okki dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).
Menurutnya, digitalisasi turut memberi dampak positif terhadap efisiensi operasional dan pendapatan non-bunga BNI. Tak hanya mengurangi beban operasional, langkah tersebut dinilai dapat meningkatkan kenyamanan dan aksesibilitas nasabah.
Okki menjelaskan bahwa pihaknya mendorong pemanfaatan platform digital sepert Wondr by BNI dan BNIdirect sebagai kanal utama untuk transaksi keuangan sehari-hari.
Terkait data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat NIM perbankan turun ke level 4,45% per April 2025, BNI berpandangan bahwa hal itu diakibatkan ketatnya likuiditas, persaingan dana, serta kompetisi dengan instrumen investasi lain.
Baca Juga : Prospek Kredit Bank Danantara (BMRI, BBRI, BBNI) Hadapi Banjir Impor Hingga Otomotif Lesu |
---|
Meskipun suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) mulai turun, transmisi ke suku bunga dana dan kredit disebutnya belum terjadi dalam waktu dekat, sehingga biaya dana tetap tinggi. Hal ini menjadi pekerjaan rumah perseroan untuk menjaga profitabilitas.
“Dengan kombinasi strategi efisiensi, digitalisasi, dan fokus pada dana murah, BNI berharap NIM dapat terjaga hingga akhir tahun. Langkah ini sekaligus mencerminkan kesiapan BNI dalam menghadapi tantangan industri dan memperkuat fondasi pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan,” pungkas Okki.
Sebelumnya, OJK melaporkan bahwa NIM perbankan hingga bulan keempat tahun ini berada pada level 4,45%. Angka itu merupakan yang tertinggi dalam beberapa waktu terakhir.
Pada akhir 2024, data OJK menunjukkan bahwa NIM perbankan berada pada level 4,62%. Dibandingkan kondisi akhir 2023, realisasi itu juga menurun dari 4,81%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa tren penyempitan NIM yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir mencerminkan kompetisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang terbilang ketat.
“Termasuk atas instrumen lainya seperti SRBI [Sekuritas Rupiah Bank Indonesia] dan SBN [surat berharga negara] serta penyesuaian suku bunga antara DPK dan kredit dengan struktur yang diharapkan menjadi proporsional,” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK bulanan, Senin (2/6/2025).