Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias BPI Danantara berencana mengkonsolidasikan atau merger perusahaan BUMN asuransi dari yang berjumlah 16 perusahaan menjadi 3 entitas.
Tiga entitas yang tersisa itu rencananya nanti akan digolongkan berdasarkan bisnis utama yang dijalankan perusahaan, yaitu asuransi jiwa, asuransi umum dan asuransi kredit.
Berdasarkan catatan Bisnis, saat ini terdapat 20 entitas perusahaan asuransi umum, asuransi jiwa dan reasuransi yang terafiliasi BUMN. Beberapa contoh di antaranya adalah Holding Asuransi BUMN, PT Asuransi Jiwa IFG atau IFG Life, kemudian Holding Reasuransi BUMN, PT Reasuransi Indonesia Utama/Indonesia Re (Persero), PT Asuransi Kredit Indonesia (anak usaha IFG), hingga PT Asuransi Asei Indonesia (anak usaha Indonesia Re).
Ketua Bidang Keuangan, Permodalan, Pajak, dan Investasi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Simon Imanto mengatakan bahwa AAJI menghormati segala bentuk kebijakan pemerintah, termasuk dalam hal ini rencana Danantara yang akan mengonsolidasikan perusahaan-perusahaan BUMN di bidang asuransi.
"Kami memandang langkah ini sebagai upaya positif untuk memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas retensi risiko. Dengan konsolidasi, perusahaan hasil merger diharapkan memiliki daya tahan yang lebih baik dalam menghadapi tantangan industri, sekaligus memberikan layanan yang lebih efisien dan profesional," kata Simon kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).
Simon mengatakan dalam proses konsolidasi BUMN Asuransi AAJI berharap hal itu dapat dijalankan secara transparan, inklusif dan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan bisnis dan pelindungan konsumen.
Baca Juga
Setali tiga uang, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan menilai perampingan jumlah perusahaan BUMN Asuransi dapat memberikan dampak positif terhadap penguatan struktur industri asuransi nasional.
"Dari sisi permodalan, konsolidasi ini diharapkan dapat menciptakan entitas yang lebih kuat dan memiliki kapasitas keuangan yang lebih solid," kata Budi.
Dengan penggabungan aset dan ekuitas, Budi menjelaskan perusahaan hasil merger tersebut dapat memenuhi dan melampaui ketentuan minimum risk-based capital (RBC) serta lebih siap menghadapi tantangan tata kelola, regulasi solvabilitas dan pengelolaan risiko jangka panjang.
Kemudian dari sisi kapabilitas bisnis dan retensi risiko, entitas hasil konsolidasi perusahaan BUMN Asuransi menurutnya akan memiliki skala ekonomi dan kapasitas underwriting yang lebih besar.
"Ini penting untuk meningkatkan retensi risiko dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada reasuransi luar negeri, serta memperkuat daya saing dan efisiensi operasional," ujarnya.
Selain itu, AAUI memandang bahwa perusahaan yang lebih besar akan memiliki ruang yang lebih luas untuk pengembangan produk, teknologi digital, serta perluasan jangkauan asuransi ke sektor-sektor potensial, termasuk BUMN dan UMKM.
Tantangan Merger BUMN Asuransi
Meskipun punya banyak dampak positif, untuk mencapai hal tersebut bukan perkara mudah. Budi mengatakan pihaknya mencermati bahwa masing-masing perusahaan BUMN Asuransi memiliki karakteristik risiko (risk appetite), kompetensi teknis, serta portofolio bisnis yang berbeda.
"Oleh karena itu, proses konsolidasi perlu disiapkan secara hati-hati dan bertahap, dengan memastikan integrasi tata kelola risiko [risk governance], budaya organisasi, dan manajemen portofolio dilakukan secara komprehensif," ujarnya.
Budi menegaskan AAUI mendukung upaya transformasi dan konsolidasi perusahaan BUMN Asuransi sepanjang tetap mempertimbangkan keberlanjutan layanan kepada pemegang polis, menjaga daya saing pasar yang sehat, serta memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan risiko.
Sementara dari kacamata perusahaan reasuransi, Indonesia Re percaya bahwa konsolidasi BUMN Asuransi akan memperkuat struktur permodalan, meningkatkan efisiensi dan menciptakan daya saing yang lebih sehat dalam industri asuransi di Tanah Air.
Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat menilai konsolidasi BUMN Asuransi juga menjadi langkah strategis dan sangat relevan dalam menghadapi tantangan industri saat ini.
Menurutnya penyederhanaan perusahaan BUMN Asuransi dari 16 menjadi 3 perusahaan tidak hanya menyederhanakan struktur kepemilikan, tapi juga memungkinkan terjadinya penguatan permodalan, efisiensi operasional, serta standarisasi tata kelola risiko yang lebih baik.
"Dari perspektif reasuransi, konsolidasi ini membuka peluang peningkatan kapasitas retensi perusahaan asuransi BUMN. Dengan skala yang lebih besar dan struktur yang lebih sehat, perusahaan hasil konsolidasi akan memiliki ruang yang lebih luas untuk menanggung risiko secara mandiri sebelum dialihkan ke reasuransi," ujar Delil.
Sejalan dengan peningkatan kapasitas retensi perusahaan asuransi BUMN, Delil mengatakan peran Indonesia Re sebagai pendukung retensi nasional juga akan semakin optimal dan strategis.
Usai konsolidasi terealisasi, Delil mengatakan Indonesia Re dapat menggunakan resources untuk memperkuat retensi dalam negeri dengan cara menutup bisnis dari luar negeri. Dengan cara itu, Indonesia Re dapat menurunkan defisit neraca pembayaran sektor asuransi.
"Syaratnya, Danantara perlu juga memperkuat permodalan Indonesia Re," tegasnya.
Sementara itu, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menilai merger perusahaan BUMN Asuransi dapat mendorong pemenuhuhan ketentuan ekuitas minimum perusahaan asuransi.
Regulasi yang mengatur kewajiban ekuitas minimum diatur di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23/2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
"Konsolidasi ini menjadi aksi korporasi terbesar dari sebelum-sebelumnya di BUMN Asuransi. Konsolidasi ini juga sejalan dengan POJK 23/2023 untuk pemenuhan modal perusahaan asuransi di tahun 2026 dan 2028," kata Wahyudin.
Adapun hingga Maret 2025, masih terdapat 35 perusahaan asuransi dan reasuransi yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum tahap pertama. Sayangnya, data yang dipaparkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini tidak menerangkan secara detail siapa saja perusahaan tersebut dan perusahaan tersebut termasuk BUMN atau tidak.
Wahyudin melanjutkan, meskipun konsolidasi perusahaan BUMN Asuransi bisa mendorong perusahaan memenuhi kewajiban ekuitas, isu pemutusan hubungan kerja (PHK) tetap harus menjadi perhatian.
"Faktor utama yang harus diperhatikan tentunya SDM. Saat berita ini muncul, karyawan BUMN Asuransi merasa khawatir akan PHK. Pastinya, Danantara harus mengutamakan skema konsolidasi yang tidak berdampak signifikan terhadap SDM," pungkasnya.