Bisnis.com, JAKARTA—DPR siap mempertimbangkan desakan perlunya audit khusus terhadap operasi moneter Bank Indonesia, menyusul dugaan adanya konflik kepentingan dalam pelaksanaan operasi itu terkait meningkatnya depresiasi dan volatilitas rupiah yang diikuti melompatnya laba kurs transaksi valas BI selama 3 tahun terakhir.
Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad (Fraksi Partai Golkar) menyatakan pihaknya akan melakukan kajian terlebih dahulu sebelum mengambil langkah-langkah berikutnya, seperti memerintahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit khusus terhadap pelaksanaan operasi moneter Bank Indonesia (BI).
"Saya kira audit khusus itu bisa saja dilakukan. Nanti setelah pembacaan Nota Keuangan APBN 2016 [oleh Presiden pada] 14 Agustus, kami akan panggil BI terlebih dahulu untuk membahas permasalahan ini, dan juga BPK," ujarnya di Jakarta, Selasa (4/8).
Pasal 59 UU No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang menyebutkan BPK dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap BI atas permintaan DPR apabila diperlukan.
Sebelumnya diberitakan BI meraih surplus Rp41 triliun pada 2014, dengan penghasilan Rp93 triliun, naik Rp22 triliun dari tahun sebelumnya Rp71 triliun. Kontributor utamanya laba selisih kurs transaksi valas, yang lompat Rp18 triliun dari Rp34 triliun jadi Rp52 triliun. Surplus, penghasilan, dan laba kurs itu rekor tertinggi dalam sejarah BI.
Berdasarkan laporan keuangan & tahunan BI, kenaikan surplus, penghasilan, dan laba kurs itu terjadi pada 3 tahun terakhir, dan secara konsisten beriringan dengan meningkatnya depresiasi serta volatilitas rupiah, serta target kurs di APBN yang selalu meleset lebih lemah.
Pada 2012-2014 rupiah terdepresiasi mulai 6,3%, 10,4%, dan 12%. Begitupun volatilitasnya yang naik dari 4,30%, 9,71% dan 10,26%. Sejalan dengan itu, laba kurs BI melompat dari Rp7,42 triliun, Rp33,57 triliun, dan Rp51,97 triliun. Begitu pula dengan surplus penghasilannya, dari Rp5,82 triliun, Rp37,41 triliun, dan Rp41,23 triliun.
BI sendiri melalui laporan keuangan 2014 menyatakan pendapatan selisih kurs transaksi valas itu adalah dampak dari penjabaran transaksi valas ke rupiah dalam rangka pengelolaan devisa dan pelaksanaan kebijakan moneter. “Meningkatnya pendapatan itu bukan tujuan, namun dampak dari pelaksanaan kebijakan yang ditempuh BI.”
Namun, laporan itu juga menyebutkan, pada 2014 BI menggunakan dana cadangan tujuan—yang bersumber dari surplus akibat laba kurs tadi—sebesar Rp806 miliar. Perinciannya, Rp757 miliar untuk pembaruan dan penggantian aset tetap, sisanya Rp49 miliar untuk pengembangan organisasi dan sumber daya manusia.
Menurut Iman Sugema, ekonom International Center for Applied Finance IPB. Menurut Iman, audit tersebut diperlukan justru untuk memperkuat kredibilitas sekaligus kepercayaan investor terhadap otoritas moneter.