Bisnis.com, JAKARTA—Risiko penyimpangan ketika melaksanakan kebijakan (moral hazard) dalam operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia sangat dimungkinkan terjadi. Karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menutup risiko tersebut.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun (Partai Golkar) menyebutkan atas kepentingan untuk menutup risiko itu pula, dirinya akan mengupayakan agar BI bisa diaudit secara khusus oleh Badan Pemeriksa Keuangan. “Saya akan upayakan agar BI bisa diaudit BPK,” ujarnya di Jakarta, Rabu (5/8).
Lebih-lebih, sambungnya, momentum tersebut muncul ketika DPR dan pemerintah akan membahas revisi UU BI. Sejalan dengan itu, sejak awal DPR juga sudah berencana membahas secara mendetail mengenai penghasilan dan penggunaan surplus bank sentral.
“Intinya, bagaimana penghasilan itu bisa kembali ke negara, misalnya digunakan untuk pengendalian inflasi yang memang menjadi tugas BI, tidak disimpan sendiri. Revisi UU BI ini akan dijadikan pula sebagai momentum memperbaiki tata-kelola bank sentral," lanjutnya.
Sinyal untuk memerintahkan BPK agar mengaudit BI sebelumnya telah dikirimkan oleh Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad. Namun, dia mengungkapkan pihaknya akan melakukan kajian terlebih dahulu sebelum mengambil langkah berikutnya.
"Saya kira audit khusus itu bisa saja dilakukan. Nanti setelah pembacaan Nota Keuangan APBN 2016 [oleh Presiden pada] 14 Agustus, kami akan panggil BI terlebih dahulu untuk membahas permasalahan ini, dan juga BPK," kata Fadel, Selasa (4/8).
Desakan untuk mengaudit BI diungkapkan sebelumnya oleh ekonom International Center for Applied Finance IPB Iman Sugema dan lembaga riset keuangan negara Garuda Institute. Iman melihat audit tersebut diperlukan untuk memperkuat kredibilitas sekaligus kepercayaan investor terhadap BI.
Sementara Garuda Institute melihat, konflik kepentingan itu ada karena terdapat dana yang mengalir ke pengelola BI dalam bentuk tambahan fasilitas dari laba selisih kurs transaksi valas melalui akun cadangan tujuan. Dan 3 tahun terakhir ini, meningkatnya depresiasi dan volatilitas rupiah selalu diikuti melompatnya laba kurs transaksi valas BI.
BI sendiri menolak tudingan adanya konflik kepentingan tersebut. Pasalnya, fokus otoritas moneter adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, khususnya pengendalian inflasi dan nilai tukar rupiah, sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan oleh undang-undang.
Dalam konteks itu, BI tidak pernah menjadikan persoalan laba atau rugi di laporan keuangan itu sebagai isu. "Apa yang terjadi dan juga terefleksikan dalam neraca keuangan Bank Indonesia itu merupakan bagian dari implikasi kebijakan yang ada," kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo, Senin (3/8).