Bisnis.com, JAKARTA – Peran pemerintah diperlukan untuk mengantisipasi masalah pendanaan seiring hadirnya rencana penyesuaian batas usia pensiun dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Wakil Ketua Komisi Tetap Asuransi & Dana Pensiun Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Suheri menilai sudah selayaknya penyesuaian regulasi terkait jaminan pensiun yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan dilakukan.
“Saya kira harus menyesuaikan dari program BPJS Ketenagakerjaan. Kalau tidak sama dengan perusahaan harus dicarikan jalan keluar sebab hak pensiun itu diperoleh saat orang memasuki masa pensiun,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (25/6/2018).
Suheri mengakui kebijakan tersebut memang berpotensi untuk membebani pendanaan BPJS Ketenagakerjaan yang mengelola jaminan pensiun dengan skema manfaat pasti. Untuk itu, pemerintah perlu terlibat untuk mengatasi problem lanjutan tersebut.
Menurutnya, beban tersebut jangan lagi ditambahkan kepada pemberi kerja yang dinilai sudah berkontribusi signifikan melalui pembayaran iuran.
“Mesti dipikirkan secara komprehensif. Ada saatnya pemerintah harus turun tangan berkontribusi. Jangan semua dibebankan ke pengusaha,” tegas Suheri.
Sebagai informasi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Jaminan Pensiun, yang merupakan turunan UU SJSN, menyatakan usia pensiun merupakan usia saat peserta dapat mulai menerima manfaat pensiun. Usia pensiun untuk pertama kali, tulis ketentuan tersebut, adalah 56 tahun.
Batasan itu akan menjadi 57 tahun pada 1 Januari 2019 dan terus bertambah 1 tahun setiap rentang 3 tahun hingga mencapai batas 65 tahun.
Sementara itu, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menentukan bahwa batasan usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), dan perjanjian kerja bersama (PKB), atau peraturan perundang-undangan.
Dalam praktiknya, ketentuan usia pensiun itu ditetapkan dalam PK, PP dan PKB yang pada umumnya menetapkan batas pada usia 55 tahun.