Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mengumumkan rencana aksi penerbitan obligasi global BNI Additional Tier 1 Perpetual Non-Cumulative Capital Securities (Efek Modal AT-1).
Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (17/9/2021), BNI menyampaikan bahwa pada 16 September 2021 perseroan telah menyelesaikan roadshow, penawaran, dan pricing sehubungan dengan rencana penerbitan efek modal senilai US$600 juta atau setara dengan Rp8,52 triliun (asumsi kurs Rp14.200 per US$) dengan distribusi atau imbal hasil sebesar 4,3 persen. Efek ini akan terdaftar di Singapore Stock Exchange.
"Efek Modal AT-1 yang akan diterbitkan merupakan instrumen utang yang memiliki karakteristik modal, bersifat subordinasi, tidak memiliki jangka waktu, dan pembayaran distribusi [imbal hasil] tidak dapat diakumulasikan [perpetual non-cumulative subordinated debt]," demikian informasi yang dikutip Bisnis.
Efek tersebut juga tidak ditawarkan atau dijual di Indonesia atau kepada investor Indonesia, baik individu, institusi, maupun bentuk hukum lainnya.
Sehubungan dengan rencana tersebut, BBNI telah menandatangani Perjanjian Pembelian Efek (Subcription Agreement) pada 16 September 2021.
Dana hasil penerbitan Efek Modal AT-1 akan digunakan untuk menambah modal inti tambahan bank, penguatan modal secara umum, meningkatkan pembiayaan, serta memperkuat komposisi struktur dana jangka panjang.
BNI berencana menyelesaikan penerbitan surat utang tersebut pada 24 September 2021 atau tanggal setelahnya, tidak lebih lambat dari 8 Oktober 2021.
"Rencana penerbitan Efek Modal AT-1 memiliki nilai kurang dari 20 persen ekuitas berdasarkan Laporan Keuangan Perseroan per tanggal 30 Juni 2021 yang telah diaudit."
Adapun, BBNI telah meraih peringkat Ba3 (hyb) oleh Moody's Investors Service untuk surat utang tambahan Tier 1 (AT1) berdenominasi dolar AS. “Ini adalah instrumen modal AT1 pertama yang memenuhi standar Basel III yang diterbitkan oleh bank asal Indonesia,” tulis riset Moody’s, Rabu (15/9/2021).
Peringkat tersebut diberikan berdasarkan draft dokumen yang di-review oleh Moody's, yang diperkirakan tidak akan berbeda secara material dari dokumentasi akhir.
Peringkat Ba3 (hyb) yang disematkan Moody’s tersebut tiga tingkat di bawah Adjusted Baseline Credit Assessment (BCA) baa3 BNI, yang mencerminkan risiko non-kumulatif penangguhan kupon dan penurunan nilai pokok pada saat tidak layak, serta subordinasi pada saat likuidasi.
Dalam penilaiannya, Moody's tidak memasukkan dukungan pemerintah apa pun ke dalam peringkat, karena penerbitan surat utang ini dimaksudkan untuk menyerap kerugian jika terjadi tekanan keuangan.
Sebagai informasi, karakteristik kupon surat berharga AT1 dapat dibatalkan secara non-kumulatif atas kebijakan bank yang bergantung pada ketersediaan dana yang dapat didistribusikan, persyaratan modal peraturan, dan kebijakan peraturan.