Bisnis.com, JAKARTA — Rentetan kebakaran di sejumlah kilang milik PT Pertamina (Persero) yang kembali berlanjut berpotensi mempengaruhi pasar asuransi dan reasuransi dalam negeri.
Dalam setahun terakhir, terdapat lima insiden kebakaran yang terjadi di area kilang minyak Pertamina. Terbaru, insiden kebakaran terjadi di Plant 5, salah satu unit di area Kilang Balikpapan, Minggu (15/5/2022).
Kejadian yang sama di Kilang Balikpapan itu lebih dahulu terjadi pada 4 Maret 2022. Kilang BBM Balikpapan itu mengolah minyak mentah dengan kapasitas mencapai 260.000 barel per hari (barrel oil per day/BOPD).
Lalu pada akhir 2021, Pertamina melaporkan Refinery Unit (RU) IV Cilacap Tangki 36T-102 yang berisi komponen Pertalite sebanyak 31.000 kiloliter, di Lomanis, Cilacap Tengah, mengalami kebakaran hebat. Lima bulan sebelumnya pada Jumat (11/6/2021), kebakaran juga terjadi di kilang Cilacap, yaitu area pertangkian 39 Pertamina RU IV Cilacap pukul 19.45 WIB, di bundwill tangki 39T-205. Sementara itu, insiden yang berdampak luas terjadi saat kilang minyak milik Pertamina di Balongan, Indramayu, Jawa Barat terbakar hebat pada pukul 00.45 WIB, Senin (29/3/2021) dini hari.
Direktur Pengembangan Bisnis PT Asuransi Jasa Indonesia atau Asuransi Jasindo Diwe Novara menilai jika frekuensi insiden kebakaran kilang minyak cukup sering terjadi dan mengakibatkan adanya klaim yang cukup besar, tentunya tak menutup kemungkinan akan mempengaruhi pasar reasuransi, baik di tingkat lokal, regional, maupun internasional.
"Terutama jika aset yang dipertanggungkan tersebut bernilai sangat besar dan menggunakan kapasitas reasuransi regional dan internasional," ujar Diwe kepada Bisnis, Rabu (18/5/2022).
Diwe mengungkapkan bahwa Jasindo tidak menanggung asuransi dari kilang minyak Pertamina. Namun, secara umum menurutnya, rentetan kejadian kebakaran kilang tentunya juga berpotensi memberikan dampak terhadap asuransi energi atau minyak dan gas di Indonesia.
"Untuk itu tertanggung diharapkan dapat meningkatkan manajemen risiko dalam pengelolaan operasionalnya sehingga potensi klaim yang akan terjadi dapat dimitigasi sebelum terjadinya risiko tersebut," katanya.
Dia menjelaskan, asuransi energi akan memberikan jaminan terhadap kerugian yang dialami oleh tertanggung atas aset-aset yang mengalami kerusakan atau kerugian sepanjang penyebab kerugiannya adalah yang terjamin di dalam polis asuransi. Dengan memiliki polis asuransi maka potensi kerugian yang dialami oleh tertanggung dapat diminimalisir.
Adapun, luas jaminan yang diberikan oleh pihak asuransi tergantung kepada luas jaminan yang diperlukan dan dimintakan oleh tertanggung atau customer dari perusahaan asuransi tersebut. Semakin besar luas jaminan yang diberikan maka besaran preminya juga menyesuaikan dengan manfaat yang akan diperoleh dalam hal terjadi klaim asuransi.
Sementara itu, berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), klaim dibayar asuransi energi on shore (darat) meningkat 141,9 persen year-on-year (yoy), yakni menjadi senilai Rp115 miliar pada 2021 dari sebelumnya senilai Rp47 miliar pada 2020.
Sedangkan klaim dibayar asuransi energi off shore (lepas pantai) sepanjang 2021 tercatat mencapai Rp515 miliar. Nilai ini mengalami penurunan sebesar 32,2 persen yoy dibandingkan pada 2020 yang mencapai Rp760 miliar.