Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ROI Dapen Tertekan, Ini Strategi BCA Naikkan Tingkat Pengembalian Investasi

Direktur Utama Dapen BCA mengatakan untuk meningkatkan ROI, strategi yang dilakukan adalah melakukan investasi dengan mempertimbangkan kebutuhan likuiditas.
Pekerja beraktivitas di dekat logo milik PT Bank Central Asia Tbk di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha
Pekerja beraktivitas di dekat logo milik PT Bank Central Asia Tbk di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) atau Dana Pensiun (Dapen) BCA mengakui kondisi tingkat pengembalian investasi atau return on investment (ROI) mengalami tekanan seperti yang terjadi pada keseluruhan industri dana pensiun.

Direktur Utama Dapen BCA Budi Sutrisno mengatakan untuk meningkatkan ROI, strategi yang dilakukan Dapen BCA adalah melakukan investasi dengan mempertimbangkan kebutuhan likuiditas serta keseimbangan antara aset jangka panjang dan menengah.

"Mengelola likuiditas diperlukan dalam memastikan adanya aset yang cukup likuid untuk memenuhi kewajiban pembayaran manfaat secara berkala. Ini dilakukan dengan mempertahankan alokasi pada instrumen pasar uang atau instrumen jangka pendek yang memiliki likuiditas tinggi dan risiko rendah," kata Budi kepada Bisnis, Senin (14/10/2024).

Dengan memastikan likuiditas yang memadai ini, kata Budi, dana pensiun dapat terus memenuhi kewajiban tanpa harus menjual aset jangka panjang pada waktu yang tidak menguntungkan.

Selain itu, Budi menjelaskan pengalokasian investasi ke instrumen obligasi negara maupun obligasi korporasi jangka menengah dapat memberikan imbal hasil yang stabil dan pada akhirnya memberikan keseimbangan antara likuiditas dan pertumbuhan nilai aset dana pensiun.

"Untuk meningkatkan ROI dalam jangka panjang, Dapen BCA memiliki eksposur pada aset jangka panjang seperti properti, penyertaan langsung, atau ekuitas dengan fundamental yang kuat, di mana dapat memberikan penghasilan sewa, deviden dan potensi apresiasi nilai aset," kata Budi.

Alokasi aset jangka panjang tersebut menurut Budi juga perlu disesuaikan dengan profil risiko dan tujuan jangka panjang dana pensiun. Selain itu, Dapen BCA juga berhati-hati mengatur proporsi aset likuid dan non-likuid.

"Pengelolaan yang hati-hati antara aset likuid dan non-likuid ini akan membantu meningkatkan ROI secara keseluruhan, sekaligus memastikan kemampuan dana pensiun untuk terus memenuhi kewajibannya kepada para peserta," terangnya.

Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ROI dana pensiun pada Agustus 2024 berada di posisi 4,62%, membaik dibanding 4,07% pada Juli 2024 maupun 4,56% pada Agustus 2023.

Bila dipilah berdasarkan jenis dana pensiun dan programnya, ROI Dana Pensiun Pemberi Kerja Program Pensiun Manfaat Pasti (DPPK-PPMP) per Agustus 2024 sebesar 4,82%, DPPK Progra Pensiun Iuran Pasti (DPPK-PPIP) sebesar 4,81%, dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) sebesar 4,29%. Semuanya membaik secara bulanan, namun secara tahunan hanya DPPK-PPMP yang turun dari 4,87% pada Agustus 2023.

ROI dana pensiun ini jauh lebih kecil dibanding kondisi ROI dalam lima tahun terakhir. OJK mencatat ROI dana pensiun dari 2019 hingga November 2023 merosot tajam, berturut-turut adalah 8,51% pada 2019, 8,66% pada 2020, 6,06% pada 2021, 5,55% pada 2022, dan menjadi 6,53% pada Desember 2023.

Budi mengatakan untuk mencapai level ROI seperti pada 2019 menurutnya masih memungkinkan, tetapi ada beragam tantangan cukup besar yang harus dihadapi industri dana pensiun.

Tantangan pertama adalah kondisi pasar obligasi yang dipengaruhi oleh pergerakan suku bunga. Kedua, adanya ketidakpastian ekonomi global yang menambah risiko bagi dana pensiun yang berinvestasi dalam saham dan obligasi. Ketiga, adanya volatilitas pasar yang menuntut industri dana pensiun harus melakukan diversifikasi portofolio dengan memperluas investasi ke sektor-sektor yang lebih tahan terhadap gejolak pasar.

"Namun, batasan regulasi investasi dana pensiun di Indonesia misalnya seperti minimal 30% harus dialokasikan ke obligasi pemerintah menjadi faktor pembatas yang harus dikelola dengan baik, selain pertimbangan likuiditas untuk pembayaran manfaat pensiun," kata Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper